TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manager advokasi Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah, menilai pembangunan pertanian pangan selama ini dilakukan setengah hati. Program dan gerakan pembangunan, kata Said, hanya kuat di atas kertas namun lemah diimplementasi.
Said menjelaskan, hampir 10 tahun pemerintah menggulirkan program revitalisasi pertanian, perikanan dan perkebunan dengan maksud supaya negara tahan pangan dan mampu swasembada.
"Revitalisiasi ini khususnya pada sektor tanaman pangan (beras) mengingat pentingnya sektor ini dalam konteks politik. Untuk mencapai hal itu penguatan penyuluhan, perbaikan infrastruktur dan penggunaan tenologi unggul pada input produksi (benih unggul/hibrida, pupuk) dilakukan. Sebagai ukuran keberhasilan revitalisasi pertanian maka pemerintah telah menargetkan swasembada atas lima komoditas strategis yaitu padi, kedelai, jagung, daging dan gula," kata Ferry, Rabu (25/12/2013).
Upaya membangkitkan sektor pertanian pangan tersebut, paparnya, pada kenyataannya masih belum tercapai. Fakta dilapangan menunjukkan kenyataan lain. Revitalisasi yang dilakukan dengan tujuan akhir menyejahterakan petani justru malah makin meminggirkan petani.
Pada sisi lain, ketahanan pangan selalu berada pada situasi mengkhawatirkan karena besarnya laju impor. Nilai impor tanaman pangan dalam kurun 2009-2011 saja sudah menembus 13 miliar dolar Amerika Serikat.
“Konstitusi kita jelas mengamanatkan pencapaian kedaulatan pangan. untuk mencapai ini tak ada pilihan lain selain bersungguh-sungguh membangun pertanian pangan dan petani. Situasi sekarang menunjukkan pemerintah mengabaikan amanat itu” ujar Said.
Target swasembada tahun 2014, hampir dipastikan tidak akan tercapai walaupun terjadi peningkatan produksi namun tak cukup untuk mengeluarkan Indonesia dari jeratan impor. Laju impor yang besar menempatkan negara dalam ‘kuasa’ pihak lain dan mengindikasikan kegagalan menjaga kedaulatan.
Adapun Hermanu Triwidodo, dosen fakultas pertanian mengemukakan bahwa pembangunan pertanian yang dilakukan setengah hati menimbulkan implikasi muncul ancaman kirisis pangan.
Hal itu nampak pada pendekatan peningkatan produksi padi. Produksi yang didorong dengan menggunakan input luar yang tinggi (pupuk kimia sintetis, pestisida, benih hibrida) menjadikan situasi rentan akan munculnya ledakan hama penyakit.
Menurut Hermanu, sepanjang tahun 2013 telah terjadi spot-spot serangan hama terutama wereng disentra produksi padi di Jawa. Jika hal ini dibiarkan, apalagi ditambah perkiraan cuaca yang cenderung lebih basah, maka diyakini akan terjadi ledakan hama dan gagal panen secara luas. Jika hal ini terjadi maka situasinya akan sama dengan tahun 2010-2011, terjadi gagal panen dan impor akan kembali meningkat.
Suryo Wiyono dari Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian IPB memandang pentingnya penyelarasan dan perbaikan kebijakan di sektor pertanian pangan. Keselarasan kebijakan diperlukan dari pemerintah pusat hingga daerah. Tanpa itu diyakini persoalan-persoalan di pertanian sulit diatasi.
Pembangunan pertanian dengan pendekatan pertanian berkelanjutan dan pengendalian hama penyakit secara terpadu (PHT) perlu dilakukan. Karena itu Suryo mengingatkan dan mengajak semua pihak untuk mengkampanyekan dan mempraktekan pertanian yang ramah lingkungan dan adanya adopsi kegiatan PHT. Hal ini untuk menghindari terjadinya gangguan hama penyakit seperti dalam kasus wereng yang muncul kembali tahun ini.
Atas situasi ini, Said mendesak pemerintah disisa pemerintahannya untuk segera mengeluarkan paket kebijakan yang bisa menyelamatkan petani dan keluar dari ancaman krisis pangan.
Pemberian stimulus harga dasar dan proteksi kegagalan panen kepada petani segera dilakukan. Selain itu segera merealisasikan janji reforma agraria sebagai kunci jaminan produksi.
Adapun Hermanu mengingatkan kepada pemerintah, untuk terhindar dari situasi penuh ancaman ledakan hama dan krisis pangan ini untuk segera berbuat menyelamatkan petani dari kerugian sekaligus menyelamatkan negera dari krisis pangan.
Salah satunya dengan moratorium dan merevisi peraturan yang mengatur peredaran pestisida. Dalam kasus wereng pestisida menjadi salah satu pemicu utama ledakan. Selain itu telah mendegradasi ekosistem secara masif.