TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peserta Konvensi Demokrat Hayono Isman menyarankan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak sering mengganti kurikulum. Ia menilai seringnya pergantian kurikulum menyebabkan biaya pendidikan menjadi mahal.
Ia mengatakan setiap pelajar diharuskan terus membeli buku baru. Sementara buku lama yang dimiliki pelajar tersebut tidak bisa diberikan kepada yang membutuhkan maupun anggota keluarganya.
"Harus beli buku baru, karena buku lama tidak terpakai lagi, buku mahal pendidikan terhambat, pendidikan hanya untuk kalangan tertentu," kata Hayono di Sekretariat Konvensi Demokrat, Jakarta, Senin (6/1/2014).
Anggota Komisi I DPR itu juga mengkritik pemerintah yang belum dapat memberikan pendidikan berkualitas bagi masyarakat.
"Kita ingin memastikan jangan gonta-ganti kurikulum, nama sekolah sering diganti juga, anggaran 20 persen atau senilai Rp 320trilun tetapi belum mampu menghadirkan pendidikan yang berkarakter, beriman dan berilmu," tuturnya.
Selain itu ia juga menyoroti isi sumpah pemuda yang terakhir yakni menjungjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia. Menurutnya isi tersebut bermakna bahasa daerah harus terus dilestarikan.
"Bahasa daerah tidak dimatikan tetapi dikembangkan, dihidupkan seperti bahasa sunda," kata Hayono.