TRIBUN, JAKARTA - Tudingan dilancarkan kubu Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih. Lewat pengacaranya menuding kliennya adalah korban pemerasan oleh politisi Golkar, Chairun Nisa dan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.
Pagi tadi, Rabu (8/1/2014), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyidangkan Hambit dan pengusaha Cornelis Nalau Antun, dengan agenda pembacaan dakwaan (satu berkas) oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penasihat hukum Imron Halimi, kepada wartawan menegaskan bahwa dakwaan jaksa kepada Hambit tidak benar. Pagi tadi, selain Hambit dan Cornelis, jaksa juga mendakwa Nisa dalam kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas di MK.
"Jadi Pak Hambit itu korban pemerasan Akil Mochtar dan Chairun Nisa. Dia bukan minta untuk dimenangkan, dan awalnya ingin membuktikan betul apa tidak ada kasus sampai pilkadanya harus diulang sebagainya," kata Imron.
Namun, saat akan menanyakan perihal informasi tersebut, kondisinya tak sesuai diharapkan. Sehingga Hambit mau tidak mau dipojokkan dalam satu pilihan sulit. "Akil mengancam akan minta pilkada diulang jika tidak memberikan uang," sambungnya.
Imron secara tegas berujar telah mengantongi bukti-bukti di mana Hambit yang diketahui kader PDI Perjuangan diminta untuk memberikan sejumlah uang kepada Akil.
"Permintaan sejumlah uang keluar dari mulut Ketua MK Akil Mochtar. Persepsinya sebagai orang berfikir normal ya memang meminta uang kepada Pak Hambit. Tapi biar nanti persidangan yang membuktikan," tambahnya.
Dalam dakwaan jaksa, Hambit dan pengusaha Cornelis bersama-sama telah memberi sejumlah uang kepada Akil. Uang yang diberikan keduanya melalui perantara Nisa, antara lain 294,050 dollar Singapura, 22,000 dollar Amerika, dan Rp 766 ribu, atau seluruhnya setara kurang lebih Rp 3 miliar, dan Rp 75 juta.