TRIBUN, JAKARTA - Politisi Partai Golkar Chairun Nisa membantah berperan aktif dalam pengurusan sengketa pemilu kepala daerah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pengakuan Nisa disampaikan tim penasehat hukum lewat pembacaan nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (13/1/2014).
"Terdakwa sejak awal bukan orang yang aktif. Terdakwa hanya orang yang pasif dan terpaksa, karena sejak awal sebenarnya sudah tidak berkehendak untuk membantu mengurus perkara,” ujar penasihat hukum Soesilo Aribowo.
Kubu Nisa menegaskan peran aktif justeru dimainkan Bupati Gunung Mas terpilih, Hambit Bintih yang meminta Nila menghubungkannya dengan pejabat di MK. Maksud Hambit, agar hakim MK dalam putusannya, menolak keberatan lawan Hambit atas hasil Pilkada Gunung Mas.
Soesilo menilai jaksa tidak tepat menerapkan pasal 12 huruf c UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi karena kliennya bukan pihak yang turut serta atau bersama-sama melakukan korupsi.
"Surat dakwaan tak jelas. Penuntut umum tak dapat merumuskan dengan tepat peranan terdakwa. Peranan terdakwa lebih tepat sebagai pembantu dari pada orang yang melakukan atau turut serta melakukan," terangnya.
Jaksa mendakwa Nisa bersama-sama Akil menerima suap sebesar Rp 3.075 miliar terkait pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas. Uang itu diterima Nisa dari Hambit dan pengusaha Cornelis Nalau Antun.