TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keluarga Presiden Pertama RI Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra mendatangi Anggota Komisi III DPR RI. Mereka mengadukan Film "Soekarno" yang disutradarai Hanung Bramantyo.
Rachmawati meminta agar film tersebut dilarang beredar di dalam negeri maupun luar negeri. "Saya minta Komisi III, untuk mencegah film ini ke luar negeri. Apalagi mereka mengklaim bahwa apa yang akan diputar di luar negeri berbeda dengan yang dikonsumsi di dalam negeri, dan telah terjadi manipulasi cerita dari fakta sebenarnya. Ini menyesatkan. Film itu menyakiti seluruh rakyat Indonesia karena tidak menghormati Soekarno," kata Rachmawati di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Senin (20/1/2014).
Rachmawati menilai film tersebut telah melecehkan Soekarno. Sejumlah adegan tersebut dipaparkan oleh Rachmawati Soekarnoputri antara lain peran Sutan Syahrir yang lebih ditonjolkan sebagai pahlawan di film itu, terkesan, Bung Karno dianggap sebagai boneka Jepang. Kemudian adegan Romusha di mana digambarkan Bung Karno sedang diambil fotonya oleh fotografer Jepang sementara rakyat dilatar belakang sedang disiksa dan dicambuk.
Selain itu, adegan lain yang tidak pas adalah ketika Bung Karno mencarikan wanita penghibur untuk tentara kempetai Jepang, adegan Ibu Fatmawati sangat cemburu dengan Ibu Inggit, dan adegan dimana Bung Hatta sedang mendikte draf naskah proklamasi sementara Bung Karno mencatat naskah tersebut. Hal itulah yang dinilai tak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Rachmawati, juga mempermasalahkan pemeran Bung Karno dalam film itu, yakni Aryo Bayu. Menurut Rachmawati, Aryo Bayu tidak tahu sama sekali mengenai sosok Bung Karno. "Harusnya melibatkan kami, karena kami ahli warisnya. Kami yang paling tahu bagaimana gestur soal Soekarno. Soal Ibu Fatmawati dan Inggit adalah hak prerogatif saya," katanya.
Selain itu, kata Rachmawati, film Soekarno ini sebenarnya adalah gagasan dia sejak tahun 2011 dan 2012. "Saya buat Dharmanita Mahaguru tentang perjalanan Bung Karno tapi dalam bentuk teater," imbuhnya.
Namun, ketika dia ingin membuat filmnya, ternyata dia merasa tertipu dengan Hanung Bramantyo dan Raam Punjabi. Sebab, aktor dalam film itu tak sesuai dengan harapan. Di mana, Aryo Bayu tak merepresentasikan Soekarno. "Saya ditipu, katanya saya disuruh memilih pemain selain aktor, tetapi ternyata diam-diam mereka memilih Aryo Bayu," katanya.
Larangan peredaran film tersebut juga disuarakan Guruh Soekarnoputra. Guruh menilai film tersebut berbahaya bila ditonton rakyat Indonesia. "Saya mendorong pemerintah agar film ini diputuskan dan ditetapkan sebagai film terlarang untuk diedarkan, bukan film Soekarno saja, berikut film Gestapu, sejarah orde baru, Soe Hok Gie. Karena film-film tersebut telah menyimpang dari fakta sejarah," ujarnya.