News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Buku SBY

Terus Menerus Jadi Korban Berita Pelintiran

Penulis: Febby Mahendra
Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan sambutan dalam acara peluncuran bukunya yang berjudul Selalu Ada Pilihan di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2014). Buku yang ditulis langsung oleh SBY tersebut mengisahkan tentang 8 tahun kepemimpinannya sebagai Presiden RI. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang  wartawan yang sering mangkal di Istana pernah bertutur dan mencurahkan isi hatinya. Batinnya bergejolak dan mengalami konflik dahsyat. Ia sulit menerima instruksi dari bosnya agar senantiasa meliput dan mewartakan sesuatu yang buruk tentang saya.

Cerita yang ditulis SBY tersebut tertuang di halaman 240, Bab 2 bertitel Asalkan Tahu, Beginilah Jadi Presiden, Sub-bab Pers Bisa Sangat Kritis dan Sangat 'Minir' tetapi Ada Juga Baiknya. Dalam bagian itu SBY bahkan mengutip dialog antara sang wartawan dengan bosnya, seolah ia menyaksikan sendiri kejadian tersebut.

"Kamu kan sudah saya perintahkan untuk memelintir ucapan dan kegiatan SBY. Mengapa kamu ragu-ragu dan sepertinya sulit?" tegur sang bos
"Pak, pertama itu tidak baik. Tidak fair. Kedua, bagaimana caranya? Ucapan presiden itu juga didengar oleh yang lain. Bagaimana saya harus meliput dan menyiarkan berita berbeda?," jawab sang wartawan.

"Pokoknya ini perintah. Ini garis saya. Kebijakan saya, kamu mau tanggung risiko?" lanjut sang bos bertambah marah. "Terserah Pak. Kalau saya harus dicopot saya pun siap. Saya punya prinsip moral dan etika," jawab wartawan itu.

Selanjutnya SBY mendengar wartawan itu tidak dicopot oleh bosnya. "Mungkin atasannya takut kalau berita itu bocor. Namun saya dengar karier wartawan itu menjadi tidak cerah.

Dalam bab itu SBY juga menceritakan mengenai goreng-menggoreng dan plintir-memlintir berita  menyangkut dirinya. Kisahnya ketika SBY menyampaikan pidato di hadapan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia). Topik yang dipilih dalam pidato yaitu bagaimana membuat pemilu, termasuk pemilihan presiden, lebih berkualitas di masa depan.

"Jangan sampai acara-acara kampanye hanya diisi dengan musik, termasuk musik dangdut itu. Harus ada pesan dan isi kampanye dari partai politik ataupun calon presiden," begitu isi pidato SBY saat itu.

Namun betapa terkejutnya SBY ketika pers memberitakan bahwa SBY meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak memperbolehkan musik dangdut. "Kontan para musisi dan penyanyi dangdut marah kepada saya. Mereka sempat mengeluarkan pernyataan.

Termasuk Ike Nurjanah, yang sebenarnya dulu sering saya minta untuk menyanyi di Istana. Juga sering saya minta untuk membawakan lagu-lagu dangdut," kata SBY dalam buku bersampul putih itu.

Mantan Menkopolkam di era Presiden Megawati Soekarnoputri itu secara cepat segera menetralisir plintiran itu. SBY bahkan mengaku mengapresiasilagu-lagu dangdut. "Salah satu lagu ciptaan saya Rinduku Padamu juga dibawakan oleh Cici Paramida dalam versi dangdut," tambah SBY.

Diungkapkan, ketika dalam  Pemilihan Presiden 2009 melakukan kampanye di berbagai kota di Indonesia, selalu ada tiga lagu yang dinyanyikan tiga penyanyi. Pertama, lagu Ku Yakin Sampai di Sana dilantunkan Rio Febrian. Kedua, lagu Adakah dinyanyikan Joy Tobing.

Ketiga, lagu Magadir, lagu irama dangdut yang dibawakan Gita KDI.

Lain lagi cerita SBY mengenai pidato pengarahan di depan rapat pimpinan (rapim) TNI dan Polri, 21 Januari 2011, di Jakarta Utara.

Untuk memotivasi para perwira tinggi TNI dan Polri, saat itu SBY mengatakan pemerintah telah berhasil meningkatkan gaji dan kesejahteraan prajurit beserta keluarganya. Bahkan, remunerasi  (penghasilan) tambahan atas kinerja anggota TNI dan Polri juga sudah diberikan.

Selanjutnya, dalam pengarahnnya SBY minta tugas dan kinerja anggota TNI dan Polri harus lebih baik.

"Memang, sebagai ilustrasi saya katakan belum semua jajaran pemerintahan mengalami kenaikan gaji, misalnya presiden maupun menteri. Ternyata pernyataan saya berkaitan dengan gaji itu digoreng oleh pers dan media massa, dan bahkan dijadikan bahan untuk ditanggapi oleh banyak pihak," katanya.

SBY merasa diperlakukan tidak fair karena sudut pemberitaan yang diangkat seolah-olah presiden menginginkan kenaikan gaji.

"Seperti biasanya pernyataan saya dipotong dari konteksnya. Dengan kepiawaian sejumlah media massa, isu itu segera menjadi perhatian masyarakat secara luas. Saya segera menjadi bahan olok-olok dari sejumlah kalangan. Bahkan, sebagian anggota DPR melakukan gerakan pengumpulan koin untuk membantu presiden," keluhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini