TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan menolak keberatan (eksepsi) penasihat hukum terdakwa Chairun Nisa terhadap dakwaan jaksa KPK.
Dijelaskan Ketua Majelis Hakim Suwidya, majelis hakim berpendapat, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum sudah sah sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai dasar untuk memeriksa mengadili dan memutus perkara dugaan suap penanganan sengketa Pilkada di Mahakamah Konstitusi (MK) tersebut.
"Memerintahan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan hingga pemeriksaan akhir," kata Ketua Hakim Suwidya membacakan putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/1/2014).
Dalam surat dakwaan, Chairun Nisa didakwa menerima hadiah atau janji berupa uang 294.050 dolar Singapura, 22.000 dolar AS dan Rp 766.000 atau semua berjumlah Rp 3 miliar serta Rp 75 juta dari Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun.
Padahal, patut diketahui uang itu diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Gunung Mas yang tengah berpekara di MK.
"Hadiah atau janji tersebut diberikan oleh Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun agar Hakim Akil Mochtar selaku ketua merangkap anggota dan Maria Farida Indrati serta Anwar Usman sebagai anggota agar dalam putusannya menolak permohonan keberatan yang diajukan oleh Alfridel Jinu dan Arnold (pasangan bakal calon)," kata jaksa Wira Sanjaya saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta,
Rabu (8/1/2014).
Selain itu, pemberian tersebut juga dimaksudkan agar MK menyatakan keputusan KPU Kabupaten Gunung Mas Nomor 19 tahun 2013 tentang Pasangan Calon Terpilih pada Pilkada Kabupaten Gunung Mas periode 2013-2018 adalah sah.