TRIBUNNEWS.OM,JAKARTA - Rizal Ramli dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebenarnya seorang sahabat. Pertemanan dimulai ketika Rizal turut membantu SBY pada kampanye Pemilihan Presiden 2004.
"Tadinya saya itu membantu menjadi tim sukses Wiranto . Lalu saya dihubungi sama Pak SBY, saya diminta bantu dia," ujar Rizal di Jakarta, Senin (27/1). Namun, dalam perjalanan perbedaan pandangan mulai muncul, khususnya mengenai cara pandang sistem ekonomi.
"Nggak ada. Saya nggak ada persoalan pribadi dengan dia. Ini lebih banyak pada cara pandang ekonomi. Dia ekonominya neoliberal, sementara saya selalu memperjuangkan ekonomi yang konstitusional. Saya selalu melawan ekonomi neoliberal," katanya.
Ketika disinggung lagi soal buku Selalu Ada Pilihan karya SB, Rizal mengaku tidak tertarik membaca. "Saya belum baca. Nggak penting banget, ngapain baca buku dia," ujarnya.
Rizal mengaku sedikit banyak pernah membantu SBY. "Waktu itu dia dipanggil jadi Menteri Pertambangan, dia memanggil saya. Sedih karena nggak mengerti tentang tambang. Lalu, saya yang menyusun program dia untuk satu tahun awal," Rizal menambahkan.
Ketika SBY terpilih sebagai presiden tapi belum dilantik, Rizal mengaku dipanggil pria asal Pacitan, Jawa Timur, tersebut. "Karena saat itu stok BBM kurang dari dua hari. SBY takut pas dia dilantik tidak ada BBM. Saya bingung, kok dia tanya ke saya. Dia bilang, percaya saya bisa mengatasi," katanya.
Rizal mengaku bingung mengapa saat ini SBY memusuhi dirinya. "Saya betul-betul nggak mengerti. Tega-teganya, kita kan cuma berbeda pendapat, kok ya mau nangkep saya seperti ini," tambahnya.
Rizal menegaskan, Rizal akan terus bersikap kritis bila ekonomi Indonesia terus dibawa ke arah neoliberal. Ia pun sudah siap terhadap berbagai risiko atas kritik tersebut, termasuk masuk penjara.