Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembebasan bersyarat yang diberikan pemerintah kepada terpidana kepemilikan 4,1 kilogram mariyuana, Schapelle Leigh Corby (36), diyakini mengandung pola 'take and give' dengan pemerintahan Australia.
Walau dipandang Pemerintah tidak akan menerangkannya secara jujur dan lengkap, namun Pemerintah perlu memberikan penjelasan memadai kepada publik.
"Di situ ada pertimbangan 'take and give'. Pemerintah harus menjelaskan itu. Rakyat juga ingin tahu apa alasan sebenarnya!" ujar Pakar Hukum Tata Negara, Alexander Lay, di d'consulate longue, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, Rabu (12/2/2014).
Pembebasan bersyarat (PB), lanjut Alex, secara substansial bergantung kepada kebijakan pemerintahan. PB Corby tersebut pun menjadi tanya tanya mengingat Indonesia menyatakan perang terhadap narkoba. Pasalnya, selain mendapat grasi lima tahun pengurangan hukuman, Corby yang sebelumnya dihukum 20 tahun penjara, kini sudah menghirup udara segara.
"Kalau pemberantasan Narkoba hendak dikedepankan, maka pemberian grasi, pembebasan bersyarat harusnya sangat ketat untuk narapidana seperti itu. Harusnya jauh dipersulit," ungkap Alex.
Lagi pula, lanjut Alex, tidak semua permohonan grasi dan pembebasan bersyarat dikabulkan pemerintah. Sebelumnya, muncul berbagai pendapat yang berkembang di masyarakat bahwa pemberian pembebasan bersyarat kepada Corby adalah tukar guling ektradisi buronan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Adrian Kiki Ariawan dari Australia ke Indonesia.
Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo bahkan menduga pembebasan tersebut lebih bermakna pesan kepada pemerintah Australia untuk berhenti membocorkan hasil sadapan ASD (Australian Signals Directorate).