TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama sekjen partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) terus disebut-sebut terkait dengan kasus dugaan korupsi di SKK Migas yang melibatkan Rudi Rubiandini.
Bahkan, PT Yastra Group yang berkantor di Gedung Grup Sampoerna Strategic, tepat di jantung Ibu Kota, Jalan Jenderal Sudirman Kavling 45-46 tiba-tiba menghilang. Perusahaan yang dikait-kaitkan dengan nama Ibas tersebut sudah pindah kantor dari gedung tersebut.
Informasi yang dihimpun, Ibas memiliki saham di grup perusahaan itu. Ibas bekerja sama dengan Arief Purnama dan Aditya Janaka sebagai pihak yang mengelola perusahaan yang bergerak di bidang tambang itu.
Selain itu, Ibas juga disebutkan mendapatkan banyak mobil mewah dari bisnisnya itu. Dan mobil-mobil itu disimpan di halaman parkir basement gedung Sampoerna Strategic.
Pantauan Tribunnews, di gedung Sampoerna Strategic memang ada sekitar 20 mobil mewah terparkir di halaman parkir P1 dan LG. Mobil-mobil itu diantaranya Rolls Royce, Mercedes Benz, Land Rover Cruiser, dan Land Rover. Mobil-mobil itu masih tampak mengkilap. Sebagian besar plat nomor mobil-mobil itu diawali B 234.
Menurut juru parkir setempat, mobil-mobil mewah itu milik bos-bos Sampoerna.
"Mobil-mobil itu lebih sering ada di situ saja. Paling dipakai sama bos-bos Sampoerna sekali dua kali. Tapi lebih sering di parkiran sini," ujarnya.
Menurutnya, ada beberapa mobil mewah lainnya, termasuk mobil super car yang terletak di bagian pojok lahan parkir LG. Ia mengaku tidak tahu pemiliknya. Mobil-mobil itu pun lebih sering ditutupi terpal penutup mobil.
Terkait hal tersebut, Tribunnews masih berusaha melakukan konfirmasi ke pihak Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) namun hingga berita ini diturunkan pihak-pihak terkait belum bisa ditemui.
Nama Ibas terus dikaitkan dengan penangkapan mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini. Saat itu, Rudi bersama Deviardi, pelatih golfnya, dan pihak swasta, tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) penyidik KPK pada 13 Agustus 2013. KPK menyita barang bukti dalam bentuk dolar Singapura. Uang suap itu diduga terkait kegiatan tender Migas di SKK Migas.
Dalam pengembangan penyidikan berikutnya, penyidik KPK menemukan sejumlah 284.862 dolar AS uang di kursi ruang kerja Sekjen Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Waryono Karno.
Belakangan, Kuasa Hukum Deviardi, Effendi Saman mengungkap asal muasal dan peruntukan uang tersebut. Uang yang disimpan dalam tas kecil hitam bermerek Prada itu, menurut Effendi di Jakarta, Senin (9/12/2013), berasal dari Komisaris Kernel Oil Singapura Widodo Ratnachaitong untuk kepentingan tender proyek.
Uang itu diterima Deviardi dan diserahkan ke mantan Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini. Selanjutnya, Rudi memberikan uang itu ke Waryono Karno dan anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Demokrat Tri Yulianto atas permintaan Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana untuk tunjangan hari raya (THR) bagi anggota Komisi Energi (VII) DPR.
Menteri ESDM Jero Wacik, menurut Effendi, mengetahui penerimaan uang yang dilakukan anak buahnya.
"Itu uang Widodo, karena nomor serinya sama antara di ruang Sekjen dengan di rumah Rudi. Rudi memberitahu ke Deviardi uang itu tidak hanya untuk kepentingan lebaran tapi juga beredar ke sekjen. Uang itu untuk negosiasi tata kontrak Migas yang terkait dengan Widodo," kata Effendi.
Deviardi mengaku pernah mendampingi Rudi bermain golf bersama Jero Wacik dan Waryono. "Saat bermain golf, mereka tidak pernah menyebutkan permintaan uang. Tapi mereka sering membicarakan persoalan migas dan proyek-proyek yang sedang dilaksanakan atau akan ditenderkan."
Menurut Effendi, setelah operasi tangkap tangan di rumah Rudi, Deviardi memberitahu ke penyidik KPK ada aliran uang ke Kementerian ESDM. Kemudian, KPK menggeledah ruang Waryono dan ditemukan uang itu.
Berdasarkan pengakuan Rudi dan Deviardi, menurut Effendi, uang dari Widodo tujuannya untuk pendanaan Partai Demokrat, mulai dari THR dan di ruang sekjen. Menurut Efendi, seperti dilansir situs metrotv 9 Desember 2013, ada empat politisi Partai Demokrat yang disebut dalam kasus itu yaitu Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro 'Ibas' Yudhoyono alias Ibas, Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Jero Wacik, Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana, anggota Komisi VII Tri Yulianto. Indikasi semakin menguat, menurut Effendi, saat Widodo membicarakan Istana yaitu Ibas dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam.
"Deviardi mengatakan uang itu itu ada kepentingan lain yaitu kepentingan partai. Widodo pun menyebutkan nama Ibas dan Dipo Alam. Itu ketika Widodo mengatakan transaksi-transaksi yang direncanakan untuk partai tertentu. Kita nanti bicarakan detailnya di persidangan, karena tidak mungkin saya mengatakan sekarang," ujarnya.