TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Panitia Pemilihan (Panlih) Wakil Wali Kota Surabaya Eddie Budi Prabowo mengatakan, proses penetapan Wisnu Sakti Buana sebagai Wakil Wali Kota Surabaya tidak sesuai prosedur dan diwarnai manulasi.
Penyimpangan tersebut ia sampaikan pada Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (21/2/2014).
Dalam pertemuan dengan Priyo, Eddie menjelaskan bahwa pada 30 Oktober 2013 tim panlih dipaksa untuk menggelar rapat klarifikasi dan verifikasi penetapan Wakil Wali Kota Surabaya.
Tanpa persiapan yang cukup, tim panlih dipaksa untuk segera melaporkan hasil rapat tersebut pada Badan Musyawarah DPRD Kota Surabaya.
"Dan kami melaporkan bahwa kami siap menggelar pemilihan pada 15 November 2013," kata Eddie.
Namun, tanpa alasan yang ia ketahui, di hari yang sama Bamus langsung membuat keputusan agar waktu pemilihan digelar di 6 Oktober 2013. Perubahan waktu pemilihan tersebut dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan dan mempertimbangkan argumentasi dari tim panlih.
Panlih memilih waktu pemilihan pada 15 November 2013 karena tak ingin terganggu dengan waktu pengesahan APBD Kota Surabaya di 6 November 2013.
Selanjutnya, pada 4 November 2013, semua anggota panlih menerima undangan untuk hadir dalam rapat paripurna pemilihan Wakil Wali Kota Surabaya di 6 November 2013. Dari tujuh tim panlih, hanya tiga anggota yang hadir. Empat anggota lainnya tak hadir dengan alasan undangan yang diterima ditujukan untuk anggota DPRD, bukan tim panlih.
Waktu pemilihan kemudian sempat ditunda selama dua hari lantaran peserta rapat paripurna tak memenuhi quorum. Rencana awal, pemilihan digelar pada 6 November 2013, kemudian mundur menjadi 8 November 2013 setelah Gubernur Jawa Timur Soekarwo memutuskan agar paripurna tetap digelar menggunakan mekanisme quorum terendah, yaitu 50 persen 1.
"Kemudian pada saat pemilihan, panlih hanya membacakan tatib (tata tertib) pemilihan, bukan memimpin rapat. Yang mimpin rapat salah satu calon (Wisnu)," ujarnya.
Pada saat rapat berjalan, kata Eddie, sempat ada sejumlah interupsi pada pimpinan rapat, yaitu Wisnu. Seorang peserta rapat meminta posisi Wakil Wali Kota Surabaya langsung diaklamasikan pada Wisnu. Interupsi itu akhirnya disetujui dalam rapat paripurna tersebut.
Proses pemilihan yang tak prosedural ini telah disampaikan tim panlih pada Kementerian Dalam Negeri. Tetapi respons dari kementerian tak pernah tiba sampai akhirnya pada 17 Januari 2014 tim panlih menerima surat keputusan bahwa pelantikan Wisnu yang semula dijadwalkan dilakukan pada 21 Januari 2014 ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan.
"Pelantikan tanggal 21 (Januari 2014) ditunda, suratnya hanya begitu saja. Lalu tanggal 24 (Januari 2014) dilakukan pelantikan," ucapnya.
Baru setelah pelantikan dilakukan, tim panlih mendapat respons dari Kemendagri. Pada 7 Februari 2014 seluruh tim panlih diminta hadir ke Jakarta untuk memberikan klarifikasinya pada Kemendagri.
Saat bertemu pihak Kemendagri, tim panlih juga menyampaikan adanya manipulasi data dalam proses penetapan Wakil Wali Kota Surabaya. Manipulasi data itu terjadi dalam berkas persyaratan administrasi.
Awalnya, hanya ada dua anggota panlih yang menandatangani berkas. Tetapi, berkas yang sampai ke Gubernur Jawa Timur itu ditandatangani oleh empat anggota panlih.
"Padahal berkas itu adalah syarat keluarnya SK (surat keputusan) bahwa syarat masing-masing calon telah terpenuhi," ucapnya.
Eddie menambahkan, ia bersama beberapa anggota panlih tak memiliki niat politik saat berjuang mengungkap kejanggalan dalam proses penetapan Wakil Wali Kota Surabaya. Dirinya sadar bahwa posisi itu resmi menjadi milik PDI Perjuangan sebagai partai yang mengusung.
"Kami merasa terbebani, dianggap kami salah. Kami hanya permasalahkan proseduralnya, enggak ada kepentingan apapun," pungkasnya.
Seperti diketahui, keabsahan penetapan Wisnu sebagai Wakil Wali Kota Surabaya juga dipermasalahkan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Risma sebelumnya telah mengadukan masalah tersebut pada pimpinan DPR. ia berharap dapat menyampaikan hal sama pada Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri.