News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seleksi Hakim Konstitusi

Calon Hakim Konstitusi Ini Ditanya Asal Usul Harta Kekayaan Rp 5 M

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisi Hukum DPR bersama tim pakar yang beranggotakan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafi i Maarif, Mantan Ketua NU, Hasyim Muzadi, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Laica Marzuki, Zein Bajeber dari Forum Konstitusi MPR, dan Guru Besar Tata Negara Universitas Andalas Sumatera Barat, Saldi Isra menguji calon Hakim Mahkamah Konstitusi di ruang Komisi Hukum DPR, Jakarta Pusat, Selasa (4/3/2014). Hasil pengujian dan seleksi yang diikuti oleh 11 orang ini akan dibahas oleh tim pakar dan menjadi rekomendasi bagi Komisi III DPR dalam memilih dua calon hakim konstitusi. Dua calon hakim yang terpilih nanti akan menggantikan posisi Akil Mochtar, yang menjadi terdakwa kasus suap, dan Harjono, yang segera memasuki masa pensiun.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pakar heran pada jumlah harta kekayaan Calon Hakim Konstitusi Yohanes Usfunan. Dalam daftar riwayat hidup yang disampaikan ke Komisi III DPR, Yohanes memiliki kekayaan sebanyak Rp 5miliar.

Padahal pekerjaan Yohanes tercatat sebagai dosen, sekretaris pusat studi, ketua pusat studi, pembantuk rektor, penyusun naskah akademik dan wartawan. Yohanes merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar, Bali.

"Kalau dikumpulkan tidak bisa menghimpun dana Rp 5miliar. Tolong berikan gambaran darimana sumbernya atau warisan," kata Anggota Tim Pakar Lauddin Marsuni di ruang rapat Komisi III DPR, Gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/3/2014).

Yohanes mengaku uang tersebut dikumpulkan semenjak ia menjadi wartawan dari tahun 1978.

"Saya kumpulkan uang, Rp 5 miliar juga terkait rumah di Bali. Saya punya tiga rumah di daerah Denpasar, dulu beli Rp12 juta sekarang harganya menjadi Rp 500 juta," kata Yohanes.

Mengenai wartawan, anggota tim pakar Musni Umar bertanya soal profesi tersebut. Musni bertanya sebagai wartawan di era Orde Baru apakah Yohanes mendapatkan uang sangu bila menemani pejabat ke daerah.

"Saya wartawan di daerah tidak menikmati seperti kawan-kawan di Jakarta," katanya.

Yohanes lalu menceritakan ia sempat bertugas di kantor berita Antara, lalu pindah ke media Suara Karya dan terakhir di Media Indonesia. Lalu Yohanes melanjutkan pendidikannya di Universitas Erlangga.

Musni lalu meminta Yohanes menceritakan mengenai provinsi Nusa Tenggara Timur. Yohanes lahir di provinsi tersebut. "Pandangan bapak bagaimana kalau dihadapkan dengan masyarakat bawah," katanya.

"Lalu apakah Anda membela orang kecil?" kata Musni lagi.

Yohanes pun mengatakan melalui tulisan-tulisannya telah membela masyarakat kecil.

"Saya bongkar kasus pembunuhan yang disengaja ditutup oknum polisi. Pengungkapan korupsi di NTT. Saya juga mendirikan SMA bertaraf internasional di NTT," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini