Laporan Wartawan Tribunnews.com Danang Setiaji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penambahan suntikan dana Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Rp 632 miliar menjadi Rp 6,7 triliun yang dianggap sebagai pembengkakan, dinilai sebagai asumsi yang salah.
Pengamat hukum dan perbankan Pradjoto mengungkapkan, dirinya masih mengingat pernyataan Robert Tantular di KPK yang mengatakan waktu itu dirinya membutuhkan Rp 1 triliun dan kemudian menjadi Rp 6,7 triliun.
"Waktu itu, dia (Robert Tantular) berbicara mengenai defferent animal," ujar Pradjoto di Jakarta, Kamis (6/3/2014).
Menurut dia, FPJP itu adalah kebutuhan likuiditas Bank Century pada detik itu. Sedangkan dana Rp 6,7 triliun itu adalah jumlah nilai untuk membereskan berbagai hal yang ada di Bank Century.
Misalnya, kata dia, membereskan aktiva produktif yang memburuk, termasuk surat-surat kredit bodong.
Pradjoto mengatakan, dana tersebut juga untuk membereskan kredit-kredit macet ditambah dana pihak ketiga (DPK) yang harus dibayar pada waktu itu. "Sehingga, Rp 6,7 triliun dan Rp 632 miliar itu konteksnya sama sekali berbeda," tuturnya.
Menurutnya, menyatupadukan kedua hal itu merupakan suatu hal yang tidak masuk akal bagi orang perbankan. Lebih tidak masuk akal lagi, kata Pradjoto, kalau uang Rp 6,7 triliun tersebut dibawa memakai kontainer.
Pradjoto menegaskan FPJP itu bukanlah uangnya yang diambil. "Uang itu tidak ke mana-mana, cuma ada di Bank Indonesia. Supaya rekening Bank Century pada waktu itu diverify tidak merah, maka FPJP itu diberikan sehingga likuiditynya cukup dan dia masuk lagi di dalam kliring. Karena sebelumnya kan dia kalah kliring," tandasnya.