TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) dituding sebagai biang kerok ketidakpastian hukum dalam berpolitik setelah terungkapnya kasus suap yang melibatkan mantan Ketua MK, Akil Mochtar.
"MK biang keroknya, membuat hukum politik tidak pasti. Ada korupsi eks-politisi yang menjadi hakim MK. Ada juga hakim MK yang sebenarnya sudah dibatalkan PTUN, tapi masih ngotot di situ. Dibela pemerintah lagi," kata pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, Senin (10/3/2014) di kantor PBNU.
Ia juga mempertanyakan pernyataan hakim konstitusi lain yang mengatakan tidak tahu kalau Akil ternyata menerima suap dalam sengketa kasus pilkada. Menurutnya hakim-hakim MK bukanlah orang bodoh, sehingga baginya tidak masuk akal jika hakim konstitusi lain tidak tahu.
"Apa hakim itu bodoh? Masa iya enggak tahu temannya selingkuh. Bagaimana orang sepintar itu tidak tahu di sebelahnya ada orang yang melakukan kejahatan. Bagi saya tidak masuk akal," cetusnya.
"Hakim MK tidak bersih di mata masyarakat. Apa yang diputuskan, ini kepentingan politik. Hakim MK sangat politisis sekarang, motif politik makin kuat. Hakim MK tidak benar dan lembaga MK sudah tidak dipercaya," tambahnya.