News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Demokrat Sebut Penundaan Kenaikan Tarif PPN dari 11 Persen Menjadi 12 Persen adalah Pilihan Bijak

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI Marwan Cik Asan menyebut, langkah memundurkan waktu penerapan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan pilihan bijak yang diambil pemerintah.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI Marwan Cik Asan menyebut, langkah memundurkan waktu penerapan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan pilihan bijak yang diambil pemerintah.

Adapun sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan rencana penerapan kenaikan PPN 12 persen yang menurut undang-undang ditetapkan pada 1 Januari 2025 bakal diundur.

Baca juga: Publik Masih Bertanya Timbal Balik dan Alasan Naiknya PPN 12 Persen

"Menunda kenaikan tarif PPN (merupakan) pilihan bijak pemerintah," kata Marwan saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (28/11/2024).

Marwan menyampaikan, pemerintahan Prabowo menghadapi situasi dilematis serta beberapa pilihan yang sangat sulit dan penuh risiko di 2025.

Padahal, 2025 merupakan tahun awal bagi pemerintahan Prabowo Subianto untuk melakukan lompatan ekonomi dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen.

Dalam hitungan kasar, Marwan menjelaskan, kenaikan tarif PPN 12 persen dapat memberikan tambahan penerimaan yang signifikan karena PPN adalah salah satu sumber pajak terbesar dalam APBN.

Namun, Marwan mengingatkan, hitungan kenaikan penerimaan PPN belum mempertimbangkan elastisitas konsumsi. 

Menurutnya, kenaikan tarif PPN akan semakin menurunkan daya beli masyarakat hingga berdampak ke kalangan dunia usaha, khususnya sektor UMKM akan mengalami tekanan dari kenaikan biaya operasional akibat naiknya harga bahan baku dan penurunan permintaan konsumen.

Baca juga: Batalkan Kenaikan PPN dan Tax Amnesty Jilid III1! Ganti dengan Pajak Kekayaan dan Pajak Karbon

"Ini dapat menghambat pemulihan ekonomi dan mengurangi tingkat investasi. Kerugian berikutnya adalah risiko kontraksi bagi konsumsi domestik, yang secara nyata memberikan kontribusi lebih dari 50 persen terhadap pertumbuhan ekonomi," ujarnya. 

Atas dasar itu, ia memandang, pemerintah memiliki pilihan kebijakan lain untuk menaikkan penerimaan pajak tanpa harus menaikkan tarifnya, antara lain meninjau ulang berbagai fasilitas pajak yang diberikan. 

Kemudian, lanjutnya, pemerintah juga dapat mengurangi pemberian fasilitas PPN yang masih mendominasi insentif pajak, serta memodernisasi sistem teknologi informasi seperti yang saat ini dilakukan pemerintah melalui transformasi sistem informasi data ke sistem coretax yang diharapkan dapat mempermudah pengawasan petugas pajak.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu kembali menegaskan, kenaikan tarif PPN di awal 2025 adalah keputusan yang perlu dihitung secara cermat dan hati-hati.

Dia mengatakan, tambahan penerimaan negara memberikan ruang fiskal yang lebih besar untuk pembangunan, namun memiliki risiko penurunan konsumsi dan daya beli akan menjadi tantangan serius bagi perekonomian.

"Oleh karena itu, implementasi kebijakan ini memerlukan strategi mitigasi yang tepat agar manfaatnya dapat dirasakan secara merata oleh seluruh golongan masyarakat," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini