TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa mantan Bendahara Umum PDIP Izendrik Emir Moeis menilai bahwa Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ngawur atau tidak sesuai fakta sebenarnya dalam melakukan penuntutan.
Dia tidak menerima tuntutan empat tahun dan enam bulan dari Jaksa. Bahkan Emir mempertanyakan kenapa tuntutan yang disampaikan jaksa hampir sampai ancaman maksimal sesuai pasal 11, yang ancaman maksimalnya lima tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta.
"Padahal faktanya itu engga jelas," kata Emir usai menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (10/3/14)
Ketua Komisi XI DPR non aktif ini mengklaim hubungan dan transfer uang dari Pirooz adalah perbuatan bisnis. Karena itu dia dan penasihat hukumnya siap melayangkan surat pembelaan (pledoi).
"Dan saya punya bukti-buktinya. Akta-aktanya ada kok. Perusahaan ada kok, berdiri megah. Bukan cuman alasan itu. Bisnisnya betulan jalan," tegasnya.
Di sisi lain, politisi PDIP ini memandang tuntutan Jaksa bukan segalanya. Karena masih ada pleidoi dan putusan hakim. Berikutnya ada tingkatan banding dan kasasi. "Novumnya kan banyak sekali," ujarnya.
Emir mengklaim USD375.000 itu bukan uang suap. Karena itu uang pribadinya Pirooz dan tidak ada hubungan dengan proyek PLTU Tarahan.
"Uang itu buat dia (Pirooz) menghindari pajak. Tuntutan jaksa itu lain sama sekali 360 derajat, tidak sesuai fakta. Faktanya itu ngga jelas," katanya.