TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Wakil Presiden yang diusung oleh Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Hary Tanoesoedibjo disarankan untuk menjelaskan kepada publik terkait polemik yang terjadi di MNC TV. Hal itu disampaikan pengamat media dari UIN Yogyakarta, Iswandi Syahputra.
Penjelasan tersebut, menurutnya diperlukan untuk membuktikan sebagai calon Presiden Hary Tanoesoedibjo memberi contoh warga negara yang taat pada hukum.
Menurutnya, sebagai Presiden Direktur PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC Group) Hary Tanoesoedibjo harus menunjukkan pada publik perusahaan media yang dikelolanya bersih dari tindakan melawan hukum.
"Sebagai calon Wakil Presiden yang diusung oleh Hanura, Hary Tanoesoedibjo benar-benar sedang diuji hati nuraninya untuk bersikap jujur dan menerima segala putusan hukum dalam kasus yang menimpa MNCTV saat ini," kata Iswandi kepada Tribunnews.com, Kamis (13/4/2014).
Penjelasan, lanjutnya, diperlukan agar rakyat yang akan memilihnya nanti mengetahui rekam jejak Presiden dan Wakil Presiden RI.
Iswandi mengatakan, Hary Tanoesoedibjo tidak dapat terus menerus mengambil keuntungan politik dari MNCTV. Pasalnya, dalam bersiaran MNCTV menggunakan frekuensi milik publik dan publik berhak mengetahuia status hukum MNC TV saat ini.
"Hary Tanoesoedibjo seharusnya mengerti frekuensi yang digunakan oleh MNC TV untuk bersiaran itu milik publik, bukan milik partai. Belum terpilih menjadi Wakil Presiden saja sudah seperti ini, bagaiman nanti jika terpilih?" katanya.
Diberitakan sebelumnya, berdasarkan amar putusan Nomor 862 K/Pdt/2013, MA mengabulkan permohonan Tutut atas PT Berkah Karya Bersama, perusahaan milik Hary Tanoe. Dengan begitu TPI (sekarang MNC TV) kembali menjadi milik putri bekas Presiden Soeharto, Mbak Tutut.
"Mengabulkan permohonan kasasi dari para pemohon kasasi," ungkap amar keputusan yang ditangani majelis kasasi yang diketuai Made Tara dengan anggota Takdir Rahmadi dan Sofyan Sitompul. Putusan itu diketok pada 2 Oktober 2013.
Putusan ini sekaligus menganulir putusan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 629/PDT/2011/PT. DKI pada 20 April 2012 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 10/Pdt.G/2010/PN.Jkt Pst. pada 14 April 2011.