TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sastrawan sekaligus aktivis Wiji Thukul menerima penghargaan dari ASEAN Literary Festival 2014. Wiji dinilai berdedikasi menyuarakan ketidakadilan.
"Sudah saatnya diberikan penghargaan yang selayaknya. Reformasi 1998 itu kita berhutang besar pada Wiji Thukul," kata Direktur ASEAN Literary Festival 2014 Abdul Khalik pada pembukaan acara itu di Jakarta, Jumat (21/3/2014) malam.
Penyelenggaraan festival sastra ASEAN ini, menurut dia, juga merupakan salah satu usaha untuk mengangkat sosok Wiji Thukul yang rela mengorbankan nyawa untuk kepentingan masyarakat Indonesia.
Putri Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani, berharap penghargaan itu bisa menjadi motivasi untuk menyuarakan sesuatu yang diyakini benar.
"Terima kasih atas penghargaan yang diberikan kepada bapak saya, ini mengejutkan. Bapak saya adalah orang benar yang dihilangkan negara. Penghargaan ini kami pakai sebagai motivasi melawan lupa, menyuarakan apa yang yakini benar," kata Fitri seperti dilansir ANTARA.
Menurut laman Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Wiji Thukul dilaporkan hilang Maret 2000.
Pria yang lahir di Solo tahun 1963 dengan nama Widji Widodo itu, menurut KontraS, hilang bersamaan dengan penghilangan para aktivis menjelang jatuhnya Soeharto dan berakhirnya Orde Baru.
KontraS menduga hilangnya Wiji Thukul tidak terlepas dari aktivitas-aktivitas politiknya.
Seperti temanya, 'Anthems for the Common People'--terinspirasi puisi Wiji yang berjudul "Nyanyian Akar Rumput"--, festival ini diharapkan bisa menjadi media penyampai suara orang-orang biasa.