Tribunnews.com, JAKARTA-- Hari ini, Kamis (3/4/2014), merupakan batas terakhir pembayaran uang darah atau diyat Satinah, Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Dusun Mrunten, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Semarang-- yang menghadapi ancaman hukuman pancung.
Satinah dinyatakan bersalah di pengadilan Arab Saudi karena membunuh majikannya, Nura Al Gharib.
Keluarga Satinah di dusun Mrunten, desa Kalisidi, kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, termasuk anak tunggal Satinah, Nur Apriana (20), semakin mencemaskan nasib anggota keluarganya dan bunda tercintanya menjelang tanggal 3 April 2014 ini yang sebelumnya diketahui sebagai batas akhir pembayaran diyat.
Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh keluarga Satinah selain menunggu dan berdoa. Meski demikian ia terus berdoa agar usaha pemerintah untuk meloloskan ibunya dari hukuman pancung berhasil.
Sebab hingga Rabu (2/4/2014) keluarga belum mendapatkan kabar langsung dari Tim Khusus Pemerintah seputar pengunduran batas waktu pembayaran diyat menjadi 2 tahun dan penurunan nilai diyat menjadi Rp 15 miliar.
Sementara itu, melalui suratnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz Al-Saud untuk mengundurkan tenggat waktu pembayaran diyat atau denda yang ditetapkan agar Satinah dapat dibebaskan dari ancaman hukuman pancung.
Namun, hingga kini, seperti diungkapkan Julian, belum ada balasan surat dari Raja Saudi terkait surat Presiden SBY mengenai permohonan tersebut.
"Beberapa waktu lalu memang telah dikirim Presiden, intinya meminta untuk deadline 3 April bisa diundur. Ini yang kita perjuangkan dengan konsekuensi pemerintah sekuat tenaga membebaskan Satinah," ujar Juru Bicara Presiden Julian Adrin Pasha di Istana Negara, Jakarta, Rabu (2/4/2014).
Menurut Julian, tim dibawah pimpinan mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni saat ini juga masih bernegosiasi Pemerintah Arab Saudi dan keluarga korban untuk meminta keringanan hukuman.
Sebelumnya juga--saat bertemu keluarga di Semarang, SBY memaparkan upaya membebaskan Satinah. SBY mengemukakan, Satgas yang dipimpin mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni saat ini sudah berada di Arab Saudi untuk menegosiasikan permohonan pengampunan Satinah.
Menurut Presiden, di Arab Saudi berlaku hukum Qisas. Terdakwa yang sudah dijatuhi hukuman mati mutlak oleh pengadilan bisa diampuni asal keluarga korban memaafkan. Biasanya pemberian maaf ini disertai permintaan diyat, semacam uang pengganti.
Dalam kasus Satinah, keluarga korban minta diyat sebesar Rp 40 miliar - Rp 50 miliar. Namun, perkembangan terakhir, diyat yang dminta turun menjadi sekitar Rp 9 miliar - Rp 10 miliar.
“Itu yang sedang dinegosiasikan oleh satgas sekarang ini,” ungkap SBY.
Dukungan dan Doa
Sementara itu, Politisi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka kembali mengingatkan pemerintah terkait nasib Satinah yang terancam hukuman mati. Satinah dihukum mati atas tindakan bela diri dari siksaan majikan yang bernama Nurah binti Muhammad Al Gharib.