TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Noor Cahyo mengungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat cemas ketika mengetahui Penyertaan Modal Sementara (PMS) yang dibutuhkan Bank Century untuk memenuhi Capital Adequacy Ratio (CAR), adalah sebesar Rp 2,776 triliun.
Padahal, dari pengajuan pertama oleh Bank Indonesia, dikatakan untuk memenuhi CAR positif 8 persen, dibutuhkan dana sebesar Rp 632 miliar.
"Sri Mulyani agak galau mendengarkan modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen butuh Rp 2,7 miliar dan bukan Rp 632 miliar," kata Noor Cahyo ketika bersaksi untuk terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2014) malam.
Karena itu, Sri Mulyani memerintahkan perlu dibuatnya garis akuntabilitas yang jelas dengan membedakan mana yang merupakan tanggung jawab Bank Indonesia (BI) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Kemudian, Noor Cahyo mengatakan bahwa dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani selaku Ketua KSSK juga menyampaikan data yang disampaikan BI belum memuaskan sehingga meminta pertanggungjawaban profesional atas keputusan penanganan Bank Century.
Atas penyampaian tersebut, lanjut Noor, Boediono selaku Gubernur BI menyampaikan bahwa akan semakin meningkatkan pengawasan ke depannya terhadap Bank Century.
"Pak Boediono selaku Gubernur BI, memberi tanggapan, bahwa pemerintah telah memutuskan pengambilan Bank Century dan diharapkan tidak mengambil policy (kebijakan) lain dan dapat menjadi blunder, berdampak lebih buruk. BI, sesuai dengan proporsinya akan bertanggung jawab penuh atas pengawasan terhadap Bank Century," kata Noor.
Bahkan, Noor mengatakan dalam rapat Boediono berjanji kasus seperti Bank Century tidak akan terulang lagi ke depannya.
Dalam sidang sebelumnya, terungkap Sri Mulyani diduga sempat menyesal telah menyetujui penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Sehingga, harus diserahkan kepada LPS dan diberikan bailout (dana talangan) atau PMS.
Hal tersebut terungkap dari kesaksian Endang Kurnia Saputra selaku mantan Deputi Fokus grup koordinator, publikasi dan sekretariat di Bank Indonesia.
Ketika bersaksi untuk terdakwa Budi Mulya, Endang membenarkan bahwa Sri Mulyani sempat marah atas keputusan menyelamatkan Bank Century.
"Apakah saat itu (rapat) Sri Mulyani marah ke BI, yang pada pokoknya tahu informasi SSB (Surat-surat Berharga) valas (Bank Century) yang dimacetkan maka akan ambil keputusan lain dan bukan menyelamatkan Bank Century?" tanya Jaksa Titik Utami kepada Endang dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/4/2014).
Endang menjelaskan Sri Mulyani marah dalam rapat tanggal 24 Nopember 2008.
Ketika itu, kata Endang, Sri Mulyani meminta diperiksa kembali perihal adanya kenaikan PMS untuk Bank Century. Serta, meminta memeriksa Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal bank yang kini bernama Bank Century. Sehingga, bisa ditentukan besaran penambahan PMS.
Tetapi, kemarahan atau penyesalan tersebut berbanding terbalik dengan keputusan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang diambil secara tiba-tiba dalam rapat KSSK dengan Komite Koordinasi (KK) pada tanggal 21 Nopember 2008, sekitar pukul 04.30 WIB, yang dihadiri oleh Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, Boediono selaku anggota KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK dan Arief Surjowidjojo selaku konsultan hukum.
Padahal, dalam beberapa rapat sebelumnya belum diputuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga harus diberikan PMS oleh LPS.
Hingga akhirnya, pemberian PMS terealisasi mulai 24 Nopember 2008 sampai 24 Juli 2009 dan jumlahnya mencapai Rp 6,7 triliun. Padahal, upaya penyelamatan tersebut terbukti tidak mampu membantu Bank Century, terlihat dari CAR per 31 Desember 2008 yang menurut hasil audit kantor akuntan publik Amir Abadi Jusuf & Mawan, masih dalam posisi negatif 22,29 persen.