TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lebih 30 orangtua siswa Jakarta International School (JIS) mendatangi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (28/4/2014) petang.
Semula pihak KPAI mengira kedatangan koalisi orangtua siswa JIS untuk menyampaikan sejumlah informasi terkait kasus kejahatan seksual berupa sodomi yang terjadi di sekolah anak mereka.
Namun, dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh tokoh pemerhati anak, Seto Mulyadi atau Kak Seto selaku staf ahli itu justru para orangtua siswa yang didominasi ibu-ibu tersebut menyampaikan sejumlah keluhan hingga desakan kepada jajaran komisioner dan pokja KPAI.
Pertemuan pun berlangsung 'panas' lantaran beberapa orangtua siswa tersebut memberikan pernyataan dengan sinis, emosi hingga menangis kepada para jajaran KPAI. Bahkan, seorang ibu siswa JIS yang hadir di pertemuan itu sempat menuding pihak KPAI 'tidak perspektif anak'.
Diketahui, di antara para orangtua yang hadir di pertemuan itu tak ada orangtua siswa yang anaknya menjadi korban kasus kejahatan seksual di JIS.
Dalam pertemuan lebih satu jam itu, para orangtua siswa JIS menyampaikan keluhan atas cara kerja komisioner KPAI yang terlalu 'vulgar' dan cenderung emosional memberikan pernyataan di media massa terkait kasus kejahatan seksual yang terjadi di JIS.
"Kami meminta KPAI untuk lebih sensitif terhadap pernyataan yang disampaikan. Kami juga meminta media massa hal yang sama. Ini keadaan yang mengerikan," kata juru bicara koalisi orangtua siswa JIS, Lestari.
Diketahui, selain pihak Polda Metro Jaya, KPAI juga ikut fokus melakukan investigasi internal hingga bantuan advokasi terhadap beberapa siswa JIS yang menjadi korban kejahatan seksual.
Bagi koalisi orangtua siswa JIS yang dalam hal ini bukan salah satu korban kejahatan seksual anak, komentar jajaran komisioner KPAI ke media massa terkait kasus yang terjadi telah mengganggu kehidupan mereka serta berdampak negatif di lingkungan rumah, kerja dan sosial mereka.
Dalam jumpa pers usai pertemuan itu, mulanya Lestari menyatakan bahwa mereka dan anak-anaknya merasa takut, sedih dan terkejut dengan kejadian yang menimpa siswa JIS yang menjadi korban kejahatan seksual.
Lestari mengatakan, pihak orangtua siswa JIS mendukung kerja KPAI dalam menangani kasus ini.
Namun, pihak KPAI diharapkan bisa lebih 'menjaga bicara' ke media terkait kasus ini. Sebab, kasus kejahatan seksual di JIS berdampak traumatis terhadap si siswa dan keluarganya. Karena itu, mereka meminta KPAI untuk menjaga kerahasian si anak.
Selain itu, mereka juga meminta pihak KPAI tidak jalan sendiri dan dapat bekerjasama dengan pihak kepolisian terkait kasus ini.
Menanggapi kelihan dan permintaan koalisi orangtua siswa JIS itu, jajaran komisioner KPAI menyatakan mengakomodir seluruh keluhan dan permintaan para orangtua siswa JIS itu.
"Mereka mengatakan, mereka di-bully oleh media, mereka di-bully oleh pihak-pihak yang berkomentar di media, termasuk KPAI, mereka katakan, KPAI tidak perspektif anak," ungkap Sekretaris KPAI, Erlinda.
Komisioner KPAI memberi penjelasan, bahwa apa yang dilakukannya adalah fokus untuk mengungkap para pelaku dan membantu siswa dan orang tua yang menjadi korban kejahatan seksual di JIS.
Ia menyatakan, KPAI akan terus melakukan investigasi dan memberi bantuan advokasi kepada korban sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.
"Pada kesempatan tadi kami sampaikan, bahwa tidak ada tendensi apapun untuk menjelek-jelekkan JIS," ujarnya.
Menurut Erlinda, bahwa sejak awal pihaknya sudah berusaha dan meminta agar pihak JIS mau kooperatif terkait kasus yang terjadi di dalam lingkungan sekolah mereka. Namun, hal itu tidak dilakukan.
Erlinda menceritakan, pihak JIS telah mendapatkan pengaduan dari orangtua korban tentang kasus ini sejak 21 Maret 2014. Namun, mereka tidak menindaklanjuti dan cenderung tidak kooperatif dengan KPAI hingga akhirnya orangtua korban tersebut mengadukan kasus ini ke KPAI dan terekspose di media massa.
"Dikatakan bahwa sekolah itu aman. Tapi, kenapa tersangka yang ada di lingkungan JIS itu bisa lebih 5 orang. Apakah, ini bukan sindikat kecil, dan korban tidak hanya satu korban, tapi dua, dan jika sesuai laporan saat ini korban sudah ada tiga orang," ujarnya.
Erlinda menegaskan, KPAI akan jalan terus melakukan investigasi dan memberi bantuan advokasi kepada korban sesuai Undang-undang Perlindungan Anak. "Kami tidak akan gentar sedikit dengan hal-hal yang melemahkan kami," tegas Erlinda.
Alhasil, pertemuan tersebut tidak menemui titik temu di antara kedua pihak. "Tadi, mereka ingin diadakan pertemuan lanjutan. Tapi, saya tidak yakin akan ada pertemuan lanjutan karena mereka tahu sifat saya yang keras, dan mereka tidak bisa menerima itu," tukasnya.
Diberitakan, Polda Metro Jaya telah menetapkan enam orang tersangka kasus sodomi beberapa siswa Taman Kanak-kanak JIS. Seorang di antara tersangka, Azwar (27) dinyatakan pihak Polda telah meninggal dunia setelah menenggak cairan pembersih lantai merek Porstek di toilet Unit PPA saat proses pemeriksaan. Dan tewasnya Azwar tersebut dinilai beberapa pihak adalah janggal.
Sementara, berdasarkan investigasi internal KPAI dan laporan lebih dua korban, diduga masih ada pelaku kejahatan seksual di JIS selain keenam tersangka yang telah ditetapkan oleh kepolisian, termasuk staf pengajar sekolah tersebut. Apalagi, diketahui buronan FBI atas kasus sodomi di sejumlah negara, William James Vahey (sudah tewas karena bunuh diri di AS,-red), pernah 10 tahun menjadi staf pengajar di sekolah elit tersebut.