TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kesaksian Boediono di pengadilan Tipikor 9 Mei mendatang merupakan momentum penting bagi penuntasan kasus Bank Century.
Jaksa dan majelis Hakim tidak boleh gentar dan kehilangan nyali serta menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk mengorek lebih tajam sejauh mana keterlibatan yang bersangkutan dan para pihak yang berkepentingan Bank Century itu diselamatkan.
Hal ini diungkapkan oleh Bambang Soesatyo, Anggota Timwas Kasus Century DPR, Kamis (1/5/2014).
"Jaksa dan hakim tidak boleh puas dan terpaku jawaban normatif Boediono, bahwa kebijakan tersebut sudah sesuai dengan aturan dan siatuasi ekonomi yang sedang gawat. Jaksa dan hakim harus menempatkan Boediono sebagai saksi kunci sekaligus aktor intelektual dalam kasus tersebut," ujar Bambang Soesatyo.
"Mengingat keterangan para saksi lain sebelumnya, jelas menunjuk Boediono faktor penentu yang mendorong terjadinya penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran prinsip atau syarat-syarat dalam pemberian FPJP untuk Bank Century," ujarnya.
Jaksa dan majelim hakim, lanjutnya, harus juga mengejar maksud dibalik pernyataan Boediono. Bahwa pihak yang paling bertanggung jawab membengkaknya dana bailout Bank Century adalah LPS. Sebuah lembaga yang berdasarkan UU bertanggung jawab langsung ke Presiden.
"Kepada Boediono, kehadirannya sebagai saksi untuk Budi Mulya menjadi kesempatan membela diri. Boediono jangan membuang peluang ini. Ia harus berani mengungkap, yang sesungguhnya terjadi. Siapa yang diuntungkan dan bagaimana hubungan pemilik Bank Century itu dengan ring satu kekuasaan. Apakah benar pemberian FPJP dan penyelamatan Bank Century dg menabrak aturan dan UU itu karena ada pesanan dan tekanan?" tegas Bambang.
Jika menyimak keterangan para saksi, lanjutnya, hampir semuanya mengatakan bahwa keputusan dan tindakan ilegal dalam pemberian FPJP untuk Bank Century dilakukan berdasarkan kehendak atau perintah Boediono.
Boediono, katanya lagi, bersama satu-dua deputi gubernur BI saat itu, justru menunjukan amarah kepada pejabat BI lainnya yang menentang FPJP untuk Bank Century.
Bambang menegaskan, FPJP dan juga Bailout itu kini menjadi skandal keuangan terbesar pasca reformasi. Karena BI, LPS dan KSSK tak bisa mempertanggungjawabkannya. FPJP dan bailout yang menggelembung itu dinilai sebagai perampokan uang negara.
Boediono, Bambang berharap, harus menjelaskan mengapa bersikeras Bank Century harus dapat FPJP, kendati bank itu tidak memenuhi syarat.
Dalam kapasitasnya sebagai Gubernur BI saat itu, Boediono lanjutnya lagi, justru mengarahkan dewan gubernur BI melanggar syarat pemberian FPJP. Nilai agunan Bank Century tak mencukupi, tetapi Boediono mengarahkan agar dewan gubernur BI tetap memberi FPJP.
"Untuk Srimulyani, kami mengaharapkan hal yang sama. Ia juga harus berani menjelaskan secara terbuka di pengadilan sebagaimana pernah ia sampaian dalam BAP kepada penyidik KPK tentang dirinya merasa tertipu oleh BI. SMI tidak boleh menutup-nutupi apa yang dialami dan diketahuinya mengingat semua fakta dan dokumen sdh beredar diruang publik," pungkasnya.