TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden RI Boediono menilai tidak perlu memanggil ahli ekonomi dari luar Bank Indonesia untuk menguji psikologis pasar atas krisis ekonomi nasional pada tahun 2008, yang akhirnya mengharuskan pihaknya menyelamatkan bank Century.
Sebab menurutnya ketika itu BaNk Indonesia serta jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia sudah diisi oleh orang-orang yang mempuni dalam bidang ekonomi.
"Saya pikir tidak perlu dari luar. Karena dari dalam sendiri saya rasa Bank Indonesia juga memiliki para ahli yang mengalami dampak krisis 97-98. Lalu saya sendiri Direktur, ada Bu Miranda di Dewan Gubernur, Pak Budi Mulya dan lainnya. Semua dapat menganalisa. Ya kami tim ahli yang luar biasa," kata Boediono bersaksi dalam sidang Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (9/5/2014).
Boediono juga kembali membeberkan alasan pihaknya perlu menyelamatkan bank Century.
"Situasinya sangat-sangat gawat apabila ada bank yang saat itu Century nampak akan jatuh, maka akan terjadi rentetan penyerbuan terhadap bank- bank lain," kata Boediono.
Karena itu, lanjut dia, pengalaman krisis ekonomi pada 1997-1998 menjadi acuan penyelamatan Bank Century. Ketika itu banyak terjadi isu yang bereder terkait likuiditas bank.
"Di mana tidak lengkap pada BI, maka menuntut risikionya luar biasa. Kami menutup bank kecil. Kami tutup, yang terjadi orang menanyakan bank mana lagi yang akan ditutup," kata Boediono.
Belum lagi, sambung mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut, bahwa besarnya potensi orang menarik uangnya dan membawanya ke bank luar negeri.
"Intinya ada ketakutan masyarakat menaruh uang. Benar-benar kita ingin mengamankan jangan sampai terulang kejadian 1998, jangan sampai ada bank yang ditutup. Itu latar belakang kenapa berikan FPJP kepada Bang Century, bukan saja Bank Century tapi bank lain," kata Boediono.
Situasi pada 2008, jelas Boediono, hampir persis dengan krisis ekonomi pada 1998. Sebab, ada likuiditas yang kering karena ada uang mengalir ke luar terus meningkat. Pinjaman bank ke bank lain tidak saling percaya, dan akhirnya macet.
Kemudian terjadi aliran ke luar. Modal itu juga terjadi pada 2008. Uang keluar 3 miliar dolar karena tidak menerapkan blanket guarantee. Mereka membawa uangnya ke negara-negara yang ada blanket guarantee.
"Saya sangat yakin kalau sampai membiarkan bank jatuh pada 2009, sama akan seperti 1997-1998 kerugian luar biasa. Bukan kerugian uang saja, tapi sosial politik, jadi itulah yang melandasi apa yang menjadi keyakinan saya dan kepada anggota dewan lainnya dan juga Menkeu. Bahwa ini adalah bank gagal yang berdampak sistemik ini bank yang harus diselamatkan karena berdampak sistemik," kata Boediono.