TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas Gubernur Bank Indonesia yang kini menjabat Wakil Presiden RI, Boediono, mengakui mengikuti rapat pada 20 November 2008 dengan Wakil Presiden saat itu Jusuf Kalla dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Menurut Boediono, rapat tersebut dilaksanakan di kantor wakil presiden. Namun Boediono membantah saat itu mengatakan kondisi moneter Indonesia sedang gawat. Saat itu, Boediono mengaku hanya memaparkan moneter Indonesia tertekan.
"Saya mengikuti itu. Itu adalah rapat di kantor wapres. Yang hadir banyak, para menteri termasuk kementerian keuangan, dan saya selaku gubernur Bank Indonesia juga. Saya tidak ingat apa yang disampaikan oleh menteri-menteri yang lain. Tetapi yang saya sampaikan dalam rapat itu adalah situasi moneter kita, keuangan kita saya tdak gunakan kata gawat tetapi dalam keadaan tertekan," jawab Boediono menjawab pertanyaan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (9/5/2014).
Boediono pun memaparkan mengenai merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dari Rp 9.000 menjadi Rp 12.000. Kemudian soal likuiditas yang mandek antarbank.
"Kami sebutkan pada waktu itu masalah situasi yang mengenai suku bunga dan sebagainya. Jadi Intinya yang kami sampaikan bukan baik-baiknya saja, semuanya, dan itu ada dalam notulen rapat itu pada tanggal 20 sore," kata Boediono.
Ketika ditanya jaksa apakah saat itu dibahas soal Bank Century, Boediono mengatakan tidak karena itu sama saja dengan bunuh diri.
"Tidak, karena rapat besar itu bila kita sampaikan ada masalah Bank Century, sama saja kita bunuh diri, karena semuanya akan tersebar bahwa ada satu bank yang kesulitan likuiditas, dan saya yakin dalam satu jam akan ada 'rush'," kata Boediono.