News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hadi Poernomo Tersangka

KPK Periksa Mantan Kepala Kanwil DJP Jaksel

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KPK.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan, Sutrisno Ali, Selasa (20/5/2014) siang.

Sutrisno akan menjadi saksi terkait penyidikan dugaan korupsi dalam permohonan keberatan pajak PT BCA.

"Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HP," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha.

Selain Sutrisno, KPK juga memanggil Faozar Widyantara dan Dedi Rudaedi. Keduanya adalah pegawai negeri sipil di Ditjen Pajak "Mereka juga akan menjadi saksi untuk tersangka HP," kata Priharsa.

Sutrisno merupakan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta Selatan. Diduga, Sutrisno merupakan mantan bawah Sumihar Petrus Tambunan, Direktur Pajak Penghasilan yang pada 2003 lalu, memeriksa kasus pajak Bank Cental Asia. Sutrisno pun pernah menulis disertasi tentang efektifitas insentif PPH terhadap wajib pajak.

Diketahui dalam kasus itu, Direktorat PPH di Direktorat Jenderal Pajak saat itu menangani kasus dugaan pengemplangan pajak. Direktorat PPH pun sempat menolak keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia. Belakangan, keputusan itu dianulir Hadi Poernomo lewat nota dinas yang dikeluarkannya.

Hadi pun kemudian menjadi tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara Rp375 miliar itu. KPK menemukan dua alat bukti yang cukup untuk memulai penyidikan terhadap mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan tersebut.

Dari informasi yang dihimpun, Hadi selaku Dirjen Pajak mengabulkan permohonan keberatan pajak BCA melalui nota dinas bernomor ND-192/PJ/2004/ pada 17 Juni 2004.

Dalam salinan nota dinas yang dikeluarkannya, Hadi menyebutkan sejumlah alasan pengabulan permohonan keberatan pajak BCA atas terdapatnya koreksi fiskal pemeriksa pajak senilai Rp5,5 triliun.

Salah satu alasannya, Hadi beralasan BCA dianggap masih memiliki aset dan kredit macet yang ditangani Badan Penyehatan Perbankan Nasional sehingga koreksi Rp5,5 triliun itu dibatalkan. Namun karena pembatalan tersebut, negara kehilangan pajak penghasilan dari koreksi penghasilan BCA sebesar Rp375 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini