TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan korupsi penyelenggaraan sidang dan konferensi internasional di Kemenlu pada tahun 2004-2005, Sudjanan Parnohadiningrat mengaku ingin mengajukan Jusuf Kalla (JK) sebagai saksi di persidangan.
Namun, lantaran JW sedang maju sebagai cawapres Jokowi, Sudjadnan segan memintanya.
"Saya mau mengajukan saksi ahli pak JK, tapi saya tidak berani karena dia cawapres," kata Sudjadnan sebelum sidang ditutup di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/5/2014).
Pernyataan itu muncul saat Ketua Majelis Hakim Nani Indrawati menanyakan saksi pada persidangan berikutnya dari pihak mana.
Sebab, pada sidang berikutnya agendanya adalah mendengarkan saksi yang diajukan pihak terdakwa.
"Saksi berikutnya ini siapa?" tanya Nani sebelum mengetuk palu sidang.
Begitu juga dengan Jaksa KPK. Pihak Jaksa juga ingin JK hadir bersaksi. Namun, jaksa belum bisa memastikan apakah JK akan hadir, sebab, saat ini agenda JK adalah berkampanye.
"Saya belum bisa memastikan agendanya karena dia (JK) cawapres," jawab Jaksa KPK.
Mantan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (sekarang Kementerian Luar Negeri), Sudjadnan Parnohadiningrat didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp 4,570 miliar dalam pelaksanaan kegiatan 12 pertemuan dan sidang internasional oleh Deplu selama 2004-2005.
Dalam dakwaan disebut rinci, bahwa dari uang Rp 4,570 miliar itu, sebesar Rp 300 juta diambil untuk kepentingan Sudjadnan sendiri.
Sisanya, Sudjadnan memberikan untuk memperkaya orang lain, di antaranya Kepala Biro Keuangan Deplu Warsita Eka sebesar Rp 15 juta, Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Sekjen Deplu I Gusti Putu Adnyana Rp 165 juta, Kepala Bagian Pengendali Anggaran Sekjen Deplu Suwartini Wirta sebesar Rp 165 juta, dan Sekretariat Jenderal Deplu Rp 110 juta.
Tak cuma itu, dalam dakwaan disebut juga nama Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Susilo Bambang Yudhoyono, Hassan Wirajuda ikut kecipratan hasil dugaan korupsi yang dilakukan Sudjadnan. Hassan yang saat kasus itu terjadi masih menjabat Menteri Luar Negeri kebagian dana sebesar Rp 440 juta dari Sudjadnan.
Terdakwa sendiri mengklaim bahwa konferensi dan berbagai kegiatan di Kemenlu itu merupakan arahan Presiden Megawati. Sementara JK saat peristiwa terjadi masih menjadi Menko Kesra.