News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tiga Bulan, Ada 252 Kekerasan Anak

Editor: Rendy Sadikin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KUNJUNGI PUVELIA - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arist Merdeka Sirait berbincang dan menyemangati Puvelia Audriana Putri (5,5) saat mengunjungi anak yang tengah dalam perawatan tersebut di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Jalan Pasteur, Kota Bandung, Kamis (1/5). Kehadiran KPIA tersebut untuk memastikan anak perempuan warga Desa Palinggahan, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta itu mendapat haknya dengan baik. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengkhawatirkan nasib anak-anak Indonesia lantaran angka kekerasan pada anak sudah sangat mengerikan.

Arist menyebutkan, kasus kekerasan terhadap anak bisa dikatakan pada tahap darurat. Fakta itu terungkap dari data kekerasan yang diterima Komnas PA cenderung meningkat.

Di kawasan Jabodetabek pada 2010 mencapai 2.046 kasus kekerasan anak, naik pada 2011 menjadi 2.462 kasus, kemudian naik lagi menjadi 2.626 kasus pada 2012, dan pada 2013 lalu melonjak menjadi 3.339 kasus.

"Bahkan, dalam tiga bulan pertama 2014, kami menerima 252 laporan kekerasan pada anak," ungkap Arist.

Laporan kekerasan pada anak yang masuk ke Komnas PA didominasi kekerasan seksual yang sejak 2010 hingga 2014 angkanya berkisar 42-62 persen.

Menanggapi melonjaknya angka kekerasan terhadap anak-anak, Pedagog Arief Rachman mengaku prihatin karena mendapati dunia pendidikan yang digelutinya berpuluh tahun tak juga terlepas dari kasus kekerasan.

"Kalau dilihat dari kacamata pendidikan, secara hukum dan teoritis kita sudah benar. Tetapi, ada kekeliruan dalam realisasinya. Di lapangan terjadi pergeseran nilai secara menyeluruh. Sukses selalu dihubungkan dengan materi, status, dan gelar, sementara masalah moral spiritual dibiarkan miskin," tutur Arief.

Di bidang ekonomi, misalnya, yang diprioritaskan adalah untung besar tanpa peduli proses mendapatkannya. Di bidang pendidikan, masih saja terjebak pada target berapa jumlah siswa yang bisa lulus ujian nasional dan tingginya nilai yang diperoleh murid.

Di sekolah, guru baru dalam tahap mengajar bukan mendidik. "Karena mendidik itu seharusnya mengedepankan proses yang baik, kejujuran, serta taat pada aturan, norma, dan nilai," ujar Arief seperti dikutip Kompas.com.(Warta Kota Cetak)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini