Migrant Care membantah klaim Prabowo Subianto yang merasa berjasa telah membebaskan TKI Wilfrida.
Jakarta - Migrant Care membantah klaim Prabowo Subianto yang merasa berjasa telah membebaskan TKI Wilfrida. Dalam debat capres putaran ketiga, Minggu 23 Juni 2014, Prabowo menyatakan dalam soal tenaga kerja Indonesia “Saya punya pengalaman membantu satu tenaga kerja wanita dari Nusa Tenggara Timur daerah Atambua. Dia datang dari keluarga 10 anak yang sangat miskin. Dia pergi keluar negeri di usia 15 tahun dan ahirnya dia teraniaya, tersiksa dan snap psikologis dan membunuh majikannya. Dan akhirnya kita harus membantu dan menyelamatkan nyawanya,” kata Prabowo.
Migrant Care menyesalkan klaim bahwa pembebasan Wilfrida adalah 'buah karya' Prabowo secara eksklusif. Advokasi terhadap Wilfrida dimulai Bulan Desember 2010 oleh Migrant Care yaitu saat Wilfrida ditangkap polisi di Kelantan Malaysia. Aktivis Migrant Care di Malaysia Alex Wong yang tinggal di Kelantan yang memulai upaya pembelaan terhadap Wilfrida. “Prabowo mulai nimbrung pada Bulan September 2013. Jadi bisa dikatakan, keterlibatan Prabowo di tikungan terakhir saja,” kata Anis Hidayah, Koordinator Migrant Care di Jakarta, Minggu, 23 Juni 2014.
Anis meluruskan kalau upaya pembelaan terhadap Wilfrida justru dimulai di DPR RI dengan membuka kesadaran masyarakat luas adanya permasalahan tersebut. Jumpa pers di DPR justru difasilitasi oleh FPDIP yaitu Rieke Dyah Pitaloka dan anggota DPD perwakilan NTT yaitu Lerry Mboik.
Dukungan FPDIP terhadap upaya-upaya Migrant Care berlanjut ketika Ketua DPR Pramono Anung menulis surat ke Pemerintah Malaysia sebagai tindak lanjut dari mobilisasi petisi masyarakat untuk pembebasan Wilfrida bulan Sept 2013. “Begitu pemberitaan Wilfrida melejit Prabowo mulai masuk ke dalam advokasi terutama setelah tim Migrant Care berhasil membuktikan bahwa Wilfrida diberangkatkan saat bawah di umur dan di masa moratorium,” kata Anis.
Meski demikian, Anis mengakui kontribusi Prabowo adalah menambah satu pengacara Rafidzi and Rao ke dalam tim hukum yang sudah disediakan oleh KBRI Malaysia. Kasus Wilfrida juga menjadi bahan lobi ke Ketua Parlemen Malaysia oleh delegasi parlemen RI yang dipimpin oleh Ketua MPR Sidarto Danusubroto pada bulan September 2013.
Berdasar hal tersebut, patut disayangkan jika Prabowo menafikkan upaya banyak pihak dalam penanganan kasus Wilfrida. Migrant Care memprotes upaya Prabowo untuk menjadikan Wilfrida sebagai alat kampanye pencapresan apalagi dijadikan sebagai kompensasi visi misi Prabowo yang miskin dari isu perlindungan buruh migran. “Apalagi pernyataan Prabowo hanya disebut selintas dalam satu kalimat yaitu memperjuangkan hak-hak buruh termasuk TKI,” kata Anis
Migrant Care juga memberikan penilaian tersendiri atas jalannya Debat Capres yang mengambil tema “Politik Internasional dan Pertahanan Nasional”.
Pada sesi awal (penyampaian visi dan misi), Capres No. 1 Prabowo Subianto menyampaikan visi dan misinya secara umum tidak jauh berbeda dengan visi dan misi yang termuat dalam situs www.kpu.go.id dan tidak secara spesifik menegaskan agenda perlindungan buruh migran Indonesia sebagai bagian dari politik luar negeri. Posisi ini berbeda ketika Capres No. 2 Joko Widodo menyampaikan visi dan misinya mengenai politik internasional dan pertahanan nasional. Bahkan kandidat ini mengawalinya dengan mengajak seluruh hadirin mengheningkan cipta untuk tragedi tenggelamnya kapal pengangkut TKI yang terjadi dua kali dalam minggu ini. Seperti dalam visi-misinya, agenda perlindungan warga negara (khususnya buruh migran) adalah salah satu prioritas utama politik luar negeri.
Pada sesi pertanyaan spesifik tentang apa yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah-masalah kekerasan yang dialami oleh buruh migran Indonesia, kedua capres memiliki jawaban dan cara pandang yang berbeda. Prabowo lebih melihat ini dalam analisis klasik pull and push factor, yaitu kemiskinan sehingga solusinya lebih pada pendekatan makro ekonomi, sementara Jokowi lebih melihat fenomena migrasi sebagai sebuah realitas yang harus dijawab dengan kebijakan spesifik mengenai tata kelola migrasi dan dukungan politik luar negeri yang berorientasi pada perlindungan warga negara.
Atas dasar hal tersebut Migrant Care menilai bahwa agenda perlindungan buruh migran Indonesia yang ditawarkan Jokowi Widodo lebih komprehensif dan realistis ketimbang tawaran normatif yang diajukan oleh Prabowo Subianto. (skj) (Advertorial)