Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah bersama sejumlah mantan buruh migran mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (6/8/2014). Kedatangan mereka untuk mendiskusikan pemerasan yang menimpa buruh migran di Bandara Soekarno-Hatta, Banten.
"Kita mendiskusikan advokasi strategis ke depan utntuk membongkar seluruh praktik kolusi sejak tahun 86 yang selama ini tak pernah tersentuh. Kami juga membawa teman-teman tahun 2004, 2011, dan 2007. Kami acak dari tahun-tahun berbeda," terang Anis kepada wartawan.
Guna mendukung langkah KPK menelisik kasus pemerasan buruh migran, Migrant Care memasok data terkait pemerasan yang dialami buruh migran. Data tersebut adalah pengalaman buruh migran yang mengalami pemerasan dari tahun ke tahun, tapi tak banyak direspon.
Migrant Care mencatat, pemerasan terhadap buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri sudah kerap terjadi. "Dalam sehari, 400-500 orang bahkan lebih, diperas dengan 10 modus yang selama ini berlangsung dari 1986, ini sistematis dan kebijakan negara melegalisasinya," terangnya.
Anis menambahkan, kasus pemerasan terhadap buruh migran Indonesia melibatkan banyak institusi mulai dari polisi, TNI, Angkasa Pura II, Kemenakertrans dan BNP2TKI. Pihak-pihak terkait tersebut, kata dia, selama ini bersinggungan dengan administrasi buruh migran
"Ada banyak pihak yang memang harus ditelusuri peran, dan kebijakannya. Juga perusahan-perusahaan swasta yang selama ini melakukan praktek kolutif juga terlibat dengan pemerintah," terang Anis.
Anis berharap pertemuan dengan KPK bisa memperbaiki sistem tata kelola buruh migran Indonesia. Selain itu, pertemuan ini diharapkan mampu membuka dan membongkar praktik pemerasan secara menyeluruh institusi-institusi negara yang terlibat di dalamnya.
"Bukan hanya untuk masalah pemulangan buruh migran Indonesia, tetapi juga tata kelola penempatan dan perlindungan buruh migran," imbuh Anis.