News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ratu Atut dan Kroni

ICW Desak JPU KPK Beri Tuntutan Maksimal ke Ratu Atut

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Banten non aktif Atut Chosiyah (kiri) menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (24/7/2014). Atut didakwa terlibat dalam kasus dugaan suap sengketa pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi yang juga melibatkan mantan Ketua MK Akil Mochtar. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparansi (MATA) Banten mengharapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut dengan hukuman maksimal terhadap Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten non aktif. Yaitu, hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta terhadap Ratu Atut, sebagaimana didakwa dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor.

Selain itu, Emerson Yuntho, anggota Badan pekerja ICW menilai, Ratu Atut juga harus dituntut dengan hukuman tambahan -sebagaimana diatur Pasal 18 UU Tipikor. Yakni, berupa pencabutan hak politik (untuk memilih dan dipilih) dan dicabut juga hak memperoleh dana pensiun atau fasilitas lainnya yang diperoleh dari negara.

Kemudian, kata dia, KPK juga Perlu melanjutkan penuntasan perkara korupsi lain seperti pengadaan alat kesehatan dan tindak pidana pencucian uang yang juga melibatkan Ratu Atut. Penuntasan perkara tersebut ini penting agar Atut dapat dimiskinkan dan membuat pelaku lainnya terungkap.

Dengan hukuman yang maksimal untuk Ratu Atut, dia tegaskan, diharapkan pula dapat memotong mata rantai atau bahkan mengakhiri dinasti keluarga dan kolega Ratu Atut di wilayah Banten.

Bukan rahasia umum selama ini keluarga maupun kolega Ratu Atut menguasai hampir sebagian jabatan kepala daerah maupun posisi penting yang ada di wilayah Banten. Politik Dinasti yang dibangun tidak didasarkan pada semangat demokrasi dan lebih kepada mempertahankan maupun memperluas kekuasaan dinasti keluarga, menguntungkan segelintir orang dan menyengsarakan rakyat di wilayah Banten.

"Selain itu tuntutan dan vonis maksimal ini diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pelaku dan peringatan bagi para kepala daerah lain untuk tidak melakukan praktek korupsi serupa yang dilakukan oleh Ratu Atut," ungkap Emerson Yuntho, dalam keterangam bersamanya kepada Tribunnews.com, Minggu (10/7/2014).

Sebagaimana diketahui, Senin (11/7/2014) di Pengadilan Tindak pidana Korupsi Jakarta, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membacakan tuntutan terhadap Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten non aktif.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini