News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tim Transisi: RAPBN 2015 Pemerintah SBY Jebakan Politik Populis

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden SBY Pidato Kenegaraan

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Tim Transisi Jokowi-JK Hasto Kristiyanto menilai,  penyampaian nota keuangan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) begitu banyak dibumbui keberhasilan. Tapi terasa hambar ketika dibenturkan pada realitas beratnya tantangan yang bakal dihadapi pemerintahan mendatang.

"Postur anggaran menampakkan belanja negara yang sepertinya melonjak drastis mencapai Rp 2.019.9 tiliun. Pendapatan negara seperti meroket menjadi Rp 1.762.3 triliun. Namun apa makna APBN dalam perspektif ideologi bangsa berdikari dan kerakyatan?" Kata Hasto di Jakarta, Sabtu (16/8/2014).

APBN 2015 seharusnya mencerminkan transisi kepemimpinan untuk menciptakan fundamen ekonomi Indonesia ke depan lebih baik. Karenanya, RAPBN 2015 harus menyisakan ruang fiskal yang cukup bagi pemerintahan mendatang. "Postur anggaran yang diusulkan justru sebagai "jebakan" politik populis yang terakumulasi sejak tahun 2008," terangnya.

Hasto menilai politik belanja Pemerintah menunjukkan besarnya pengeluaran wajib yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk menciptakan kemakmuran rakyat. SBY seharusnya lebih realistis dan berani mengungkapkan fakta besarnya persoalan perekonomian nasional 2015 yang akan datang.  

Masalah itu, sambung Hasto, tidak hanya pada aspek fundamental berupa rendahnya rasio perpajakan yang besarnya hanya sekitar 12.3 persen. Besarnya subsisi BBM dan listrik sebesar Rp 364 triliun akibat politik populis dan kegagalan reformasi struktural industri migas juga menjadi persoalan tak kalah serius.

"Belum lagi utang ikutan terhadap Pertamina yang mencoba ditutup-tutupi dengan besaran sekitar Rp 48 triliun akibat beban subsidi BBM tahun lalu yang belum diselesaikan hingga saat ini. Selain itu, APBN dirancang defisit anggaran sebesar Rp 257 triliun," ungkapnya.

"Seharusnya APBN 2015 dirancang lebih realistis tanpa menyertakan defisit yang mencerminkan ketergantungan negara terhadap pembiayaan yg berasal dari utang luar negeri dan dari pasar uang," tambah Hasto.

Wasekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP) ini menambahkan, perlu sikap kenegarawanan SBY untuk meletakkan fundamen fiskal yang kuat. Di sini lah proses transisi pemerintahan yang sebenarnya, yakni berani membuka berbagai persoalan sistemik yang eksis di dalam sistem perekonomian Indonesia.

"Sayang sekali, Pemerintahan SBY tidak terbuka untuk membuka persoalan seperti ketidakberhasilan dalam reformasi perpajakan, dan ketidakmampuan melakukan efisiensi di sistem produksi dan distribusi di sektor perminyakan," katanya.

Menyikapi kondisi yang ada, dalam kepemimpinan Jokowi-JK ke depan harus mengkaji berbagai inisiatif baru, tidak hanya melaksanakan visi misi, namun juga meletakkan dasar kerja ekonomi berdikari yang percaya pada kekuatan rakyat sendiri.

"Saatnya seluruh gagasan dan terobosan diambil. Di satu sisi memastikan penerimaan negara semakin besar, dan di sisi lain merombak politik alokasi dan distribusi yang lebih mencerminkan keadilan bagi peningkatan kemampuan rakyat dalam berproduksi," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini