TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, menolak seluruh nota keberatan (eksepsi) Penasihat Hukum terdakwa Tafsir Nurchamid yang dibacakan dalam sidang pekan lalu.
"Kami memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili untuk menolak keberatan atau eksepsi dari terdakwa yang diajukan melalui tim penasehat hukum terdakwa. Menetapkan untuk melanjutkan persidangan ini berdasarkan surat dakwaan penuntut umum," kata Jaksa Adyantana Meru Herlambang membacakan tanggapan atas eksepsi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/8/2014).
Dalam pertimbangannya, Jaksa menganggap keberatan Penasihat Hukum Tafsir sudah memasuki pokok perkara.
Terutama, keberatan yang mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa bukanlah tindak pidana korupsi karena Universitas Indonesia (UI) ketika proses pengadaan IT Perpustakaan bukanlah BHMN (Badan Hukum Milik Negara). Sehingga, pembiayaan semua proyek bukan berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ataupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Otomatis, tidak ada kerugian negara.
"Pertanyaan itu hanya akan bisa dijawab setelah pemeriksaan pokok perkara. Karena semua keberatan penasehat hukum telah memasuki pokok perkara, maka harus dinyatakan ditolak," kata Adyantana.
Menurut Adyantana bahwa surat dakwaan yang disusun sudah berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap saksi-saksi. Termasuk, perihal dugaan penerimaan desktop dan Ipad merk apple oleh terdakwa yang dibantah dalam eksepsinya.
Karena itu, Jaksa meminta majelis hakim melanjutkan proses persidangan dengan memeriksa saksi-saksi.
Seperti diketahui, mantan Wakil Rektor UI, Tafsir Nurchamid terancam pidana penjara maksimal seumur hidup atau 20 tahun penjara karena didakwa melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan dalam proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi gedung Perpustakaan Pusat UI tahun 2010. Sehingga merugikan negara sebesar Rp 13.076.486.264 dan memperkaya diri sendiri dan beberapa pihak.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (6/8/2014) lalu, Tafsir dikatakan dalam melakukan perbuatannya bersama-sama dengan mantan Rektor UI, Gumilar Rusliwa Somantri, Donanta Dhaneswara, Tjahjanto Budsatrio dan Dedi Abdul Rahmat.
Jaksa mengatakan dalam pelaksanaan proyek, pembelian barang oleh PT Makara Mas selaku pelaksana proyek kepada PT Derwiperdana tidak sesuai spesifikasi teknis yang diatur dalam kontrak. Sehingga, terindikasi ada pemahalan harga.
Apalagi, ternyata dalam pengerjaan proyek tidak tepat waktu 60 hari sebagaimana dalam kontrak. Sebaliknya, selesai dalam waktu 90 hari. Hal ini menyebabkan pembengkakan anggaran dari semula Rp 19.953.102.000 menjadi Rp 20.692.287.000.
Atas molornya pekerjaan dan bertambahnya anggaran, terdakwa menandatangani perjanjian Addendum I dan Surat Persetujuan Tambah Kurang yang sengaja dibuat mundur.
Demikian juga, atas persetujuan Gumilar, pada sekitar bulan Nopember 2011, terdakwa dan Ismail Yusuf selaku Direktur Arun Perkasa Inforindo menandatangai perjanjian pelaksanaan pekerjaan pelaksanaan instalansi infrastruktur IT Perpus UI tahun 2010 senilai Rp 84,425 juta, yang dibuat mundur.
Serta, ditandatangani juga surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan pengawasan pemasangan instalansi infrastruktur IT perpus UI senilai Rp 49,8 juta antara terdakwa dan Darsono selaku Direktur PT Reptec Jasa Solusindo, yang juga dibuat mundur
Padahal, dua perusahaan tersebut tidak pernah melaksanakan pekerjaan perencanaan dan pengawasan.
Atas peran yang dilakukan terdakwa, Makara Mas pada sekitar bulan September 2011 memberikaan satu buah desktop dan Ipad merk Apple kepada terdakwa.
Sedangkan, Netsindo selaku perusahaan yang dipinjam bendera dikatakan memberikan uang sejumlah Rp 5.164.063.080 kepada Tjahjanto. Kemudian, dipergunakan untuk membayar produk Apple sejumlah Rp 4.115.147.631 yang antara lain diberikan kepada Gumilar Rusliwa dan sisanya Rp 940.961.637 dipergunakan untuk kepentingan pribadi Tjahjanto.
Selain itu, lanjut Supardi, memperkaya pihak lain, yaitu, Donanta Dhaneswara sebesar Rp 1,050 miliar dan satu buah Ipad serta Iphone merk Apple , Tjahjanto Budisatrio sebesar Rp 940.961.673, Dedi Abdul Rahmat Saleh sebesar Rp 2,625 miliar, Suparlan sebesar Rp 284 juta, Ahya Udin sebesar Rp 48 juta, Imam Ghozali sebesar Rp 60 juta, Baroto Setyono berupa satu buah Iphone merk Apple, Subhan Abdul Mukti uang sejumlah Rp 284 juta, Agung Novian Arda sejumlah Rp 380 juta, Rajender Kumar Kushi sejumlah Rp 110 juta, Jachrizal Sumabrata berupa satu buah Iphone merk Apple, Harun Asjiq Gunawan Kaeni berupa satu buah Ipad merk Apple, Irawan Wijaya berupa uang sebesar Rp 2.160.929.977, Gumilar Rusliwa Somantri berupa satu buah desktop dan Ipad merk Apple, Darsono berupa uang sejumlah Rp 7.745.900, Ismail Yusuf bberupa uang sejumlah Rp 3.683.250 dan Fisy Amalia Solihati berupa uang sejumlah Rp 200 juta.
Atas perbuatannya terhadap terdakwa diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.