Laporan Wartawan Tribun Kaltim di Arab Saudi, Kholish Chered
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH -- Seorang jamaah haji khusus, yang belakangan diketahui bernama Weli Daude Ali binti Musa (64 tahun), diantarkan oleh seseorang ke kantor Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja Makkah, Selasa (16/9/2014) dinihari.
Yang mengherankan, sang nenek diantarkan tanpa ada tanda identitas sedikitpun. Seperti gelang, tas haji, maupun petunjuk lainnya. Situasi semakin sulit karena nenek Weli tidak bisa berbahasa Indonesia dan tampak labil secara psikologis.
Setelah dilacak dari beberapa upaya, diketahui bahwa nenek Weli merupakan jamaah haji khusus melalui Femmy Tour and Travel, yang tergabung dalam konsorsium Safana Salsabila. Ia terpaksa berada di kantor Daker Makkah hampir 12 jam sebelum dijemput Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) tersebut, Selasa siang.
Terkait permasalahan ini, Kepala Seksi Pengendalian PIHK, PPIH Daker Makkah, Matyuri Casdui Salamun, Selasa (16/9/2014), mengatakan sudah memberikan teguran lisan kepada Femmy Tour and Travel. Pihaknya juga mencatat peristiwa ini dalam berita acara seksi pengendalian PIHK.
"Kami berikan teguran kepada mereka. Bahwa semestinya PIHK benar-benar mengawasi jamaahnya. Terutama yang kondisinya seperti nenek Weli itu," katanya, sembari berharap peristiwa serupa tidak terjadi lagi.
Sementara itu, pengelola Femmy Tour and Travel (konsorsium Safana Salsabila), Suti Pontong, saat menjemput Weli Daude Ali, kepada wartawan mengatakan sejak keberangkatan sang nenek tampak tertekan.
"Dia mau pulang saja," katanya.
Bahkan ia sempat merobek paspornya. Beruntung, halaman paspor nomor A0760334 yang robek tersebut masih bisa ditempel, sehingga tidak bermasalah di imigrasi.
Weli adalah warga Dusun Lamboato, Desa Sopura, Kecamatan Pomalaa-Baula, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Ia berangkat tanpa didampingi oleh keluarganya dan hanya dititipkan kepada dua warga Kolaka yang juga ikut dengan biro perjalanan tersebut.
Weli diantar ke kantor Daker Makkah pada pukul 03.00 waktu setempat dan sempat membingungkan petugas karena tidak bisa berbahasa Indonesia. Yang mengantarkan pun belum jelas, apakah pihak Muassasah atau polisi Saudi. Yang jelas merupakan warga Saudi.
Beruntung, konsultan haji Indonesia, Prof Salman Maggalatung, menguasai bahasa Bugis Bone, dan bisa mendapatkan keterangan tentang identitas nenek tersebut. Nama inilah yang menjadi kata kunci melacak identitasnya.
"Saat berbicara dengan saya, dia merasa masih di kampungnya di Sulawesi. Dan dia bilang anaknya yang mengantarkan ke tempat ini," kata Salman, yang intens menggali informasi dari Weli. Beruntung Weli masih ingat namanya dan nama kampungnya.
Petugas pun mencari data di database Sistem Komputerasi Haji Terpadu (Siskohat) dan ditemukan beberapa nama yang mirip di jamaah reguler, namun kloternya belum tiba di Makkah. Setelah ditelusuri di data jamaah haji khusus, diperolehlah data tersebut. Petugas lalu menelepon pihak travel untuk menjemput.
Weli ternyata sudah melaksanakan umroh wajib di Masjidil Haram. Letak hotel tempat nenek dan rombongan tepat di samping Masjidil Haram, karena memang jamaah haji khusus membayar lebih mahal dibanding haji reguler.
Kejadiannya, kata Suti Potong, pada Senin malam setelah sampai di hotel, Weli menyempatkan mandi. Saat itu ia melepaskan tanda identitas, seperti gelang jamaah dan gelang hotel. Tak lama kemudian ia keluar kamar, dan tidak kembali lagi.
Mengetahui ada jamaahnya yang hilang, Suti mengerahkan pegawainya untuk mencari, termasuk sudah mengecek ke rumah sakit di Makkah, sampai akhirnya di telepon petugas haji Daker Makkah. Setelah kejadian tersebut ia akan menjaga Weli lebih ketat lagi. (*)