TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Penasihat Hukum Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri sekaligus Direktur Utama PT Parna Raya, Artha Meris Simbolon mengajukan keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa KPK, Kamis (18/9/2014).
Artha meminta hakim membatalkan dakwaan terkait suap pengurusan permohonan penurunan formula harga gas untuk perusahaannya.
"Mohon kepada majelis hakim agar berkenan memberikan keputusan menyatakan menerima eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum. Menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum pada KPK adalah batal demi hukum," kata Penasihat Hukum Artha Meris, Otto Hasibuan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam eksepsinya, jaksa KPK dinilai tidak dapat menguraikan secara cermat bahkan tampak kabur dalam menguraikan unsur delik Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu unsur memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara.
Otto menyinggung uraian dakwaan mengenai pemberian duit US$ 522,500 kepada Deviardi untuk diberikan ke bekas Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.
"Padahal Deviardi bukanlah merupakan orang yang masuk ke dalamkualifikasi sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara. Oleh karenanya jaksa seharusnya menguraikan mengenai adanya peristiwa penyerahanuang tersebut dari Deviardi kepada Rudi Rubiandini selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Otto.
Jaksa menurut dia juga tidak menguraikan kapan dan bagaimana cara Deviardi menyerahkan uang US$ 522,500 kepada Rudi Rubiandini.
"Maka menurut kami dakwaan jaksa tidak jelas dan tidak lengkap dalam menguraikan usnur memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Otto.
Jaksa mendakwa Artha Meris memberi uang yang seluruhnya berjumlah US$ 522.500 agar Rudi Rubiandini memberikan rekomendasi/persetujuan untuk menurunkan formula harga gas untuk PT Kaltim Parna Industri kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Artha Meris terancam pidana Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Edwin Firdaus