TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan RUU Perubahan UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
"RUU ini penting untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi anak-anak bangsa ini," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Leida Hanifa di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (25/9/2014).
Menurut Leida pertimbangan Komisi VIII DPR melakukan perubahan terhadap undang-undang tersebut untuk membangun sistem perlindungan anak yang komprehensif
"UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak dianggap tak mampu melindungi anak dengan kompeksitas masalah saat ini. Akibatnya UU 23 /2002 belum memberi perlindungan hukum pada anak," kata Politisi PKS itu.
Leida menilai pemda tidak serius melindungi anak, baik dari segi dana dengan perlindungan APBD dan SDM, dan belum dibentuknya badan perlindungan khusus untuk melindungi anak.
"Ketegasan sanksi dan denda pada pelaku kejahatan anak," ujarnya.
Dalam UU itu, kata Leida, diatur mengenai anak yang memiliki keunggulan serta peran pemerintah wali dan keluarga wajib memberikan perlindungan pada anak.
"Kemudian satuan pendidik dari kejahatan seksualitas yang dilakukan tenaga pendidik. Soal pengasuhan, pendidikan, proses tumbuh kembang, memperoleh pembiayaan hidup dan hak anak lainnya. UU ini juga memperjelas soal pengasuhan dan pengangkatan anak," ujar Leida.
Sementara Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amaliasari Gumelar mengungkapkan anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bagian keberlangsungan bangsa dan negara.
"Maka perlu mendapat kesempatan berkembang seluas-luasnya, dengan memberikan jaminan pada hak-haknya tanpa diskriminatif dengan ditandai dengan jaminan hak anak dan beberapa peraturan perundang-undangan perlindungan anak," ujarnya.
Linda mengatakan aturan yang ada sebelumnya tidak memberi efek jera pada pelaku kejahatan anak.
"UU ini akan jadi instrumen hukum yang penting. Landasan hukum Indonesia untuk penyelenggaraan perlindungan hukum anak-anak," tutur Linda.