TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pertemuan dengan mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra di Kyoto, Jepang. Keduanya bertemu membahas mengenai polemik RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Presiden meminta waktu untuk bertemu meminta masukan sehubungan dengan RUU Pemerintahan Daerah, khususnya terkait pemilihan kepala daerah," kata Yusril di akun Twitternya @ Yusrilihza_Mhd, Selasa(30/9/2014).
Dalam pertemuan tersebut, kata Yusril dirinya telah memberikan masukan yang paling baik dan paling bijak untuk mengatasi persoalan mengenai pemilihan kepala daerah.
"Seperti apa jalan keluar yang saya sarankan, sebaiknya Presiden sendiri yang jelaskan ke publik," ujarnya.
Pakar Hukum Tata Negara ini juga menjelaskan bahwa Presiden SBY kemudian meminta dirinya untuk berkomunikasi dengan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) tentang jalan keluar yang disarankannya.
"Kira-kira setengah jam setelah pertemuan saya telah berbicara via telepon dengan Presiden terpilih Joko Widodo dari Kyoto," jelasnya.
"Pada intinya Presiden terpilih Joko Widodo dapat memahami jalan keluar yang saya sarankan, yang saya anggap terbaik bagi semua pihak. Mudah-mudahan jalan keluar yang saya sarankan merupakan jalan tengah terbaik untuk mengatasi persoalan ini, yang baik bagi bangsa dan negara," tambah Yusril
Sebelumnya, begitu mendarat di Bandara Internasional Kansai, Osaka, Jepang, Minggu (28/9/2014) malam, Presiden SBY menelepon Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva di Jakarta. Presiden berkonsultasi mengenai langkah hukum yang bisa diambil untuk menolak putusan DPR yang menetapkan pemilihan kepala daerah (pilkada) oleh DPRD.
Presiden SBY menegaskan bahwa pilkada tidak langsung, melalui DPRD, tidak tepat dan tidak sesuai kehendak rakyat. Sebagai orang yang taat peraturan dan konstitusi, SBY akan menempuh langkah untuk menggagalkan RUU Pilkada tersebut juga secara konstitusional.
Materi yang dikonsultasikan Presiden SBY kepada Ketua MK adalah mengenai Undang-undang Dasar 1945 pasal 20. Pada ayat 2 disebutkan bahwa setiap rancangan undang undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Kemudian pasal 3 menjelaskan bahwa jika rancangan undang undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, maka tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
Ruang hukum inilah yang akan digunakan Presiden untuk menolak pilkada oleh DPRD. Dalam pasal 20 tersebut juga diatur bahwa jika RUU yang sudah disetujui bersama tersebut tidak ditandatangai presiden dalam waktu 30 hari, RUU tersebut sah menjadi Undang-undang dan wajib diundangkan. Oleh karena ituah Presiden berkonsultasi dengan MK dan Hamda Zoelva berjanji akan memprioritaskan segera memberi jawaban atas pertanyaan Presiden tersebut.