TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengaku tidak berhak mengeluarkan fatwa pembatalan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang telah disahkan di DPR.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA, Ridwan Mansyur, mengatakan persoalan setingkat undang-undang dalam hal ini UU Pilkada, adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau dia minta undang-undang itu diubah atau salah satu pasal itu dianulir atau direvisi, dia harus ajukan itu ke MK. Bukan kewenangan dari hakim agung," ujar Ridwan ketika ditemui di kantornya, MA, Jakarta, Jumat (3/10/2014).
Siang ini, Gerakan Untuk Pilkada Langsung (Gerpala) meminta MA mengeluarkan fatwa membatalkan UU Pilkada yang baru disahkan DPR. Fatwa tersebut diminta lantaran UU itu diketok palu cacat hukum karena tidak kuorum.
Terkait itu, Ridwan menjelaskan, permintaan tersebut harus dibuktikan dan diperiksa alat keterangan bukti yang membuktikan UU itu benar diketuk palu dalam kondisi tidak kuorum.
"Formil undang-undang itu kan harus dibuktikan. Betul nggak datangnya sekian, kuorumnya sekian. Betul nggak yang ngetok palunya si A? Itu kan harus ada saksi-saksi, alat bukti, dokumen, dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Lalu kita lihat mana kewenangan MK dan MA," tukas Ridwan.