News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revolusi Mental Jokowi Dinilai Perlu Belajar dari Jepang

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Republik Indonesia terpilih Joko Widodo bersama Pendiri dan CEO Facebook Mark Zuckerberg blusukan ke Pasar Tanahabang, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (13/10/2014). Blusukan yang inisiatif Mark ini membuat pasar tektil ini menjadi gempar. (Warta Kota/Henry Lopulalan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebutuhan mempercepat hasil pembangunan dinikmati orang banyak untuk jangka waktu yang lama adalah harapan semua warga bangsa.

Semua strategi kebijakan bernorma ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan didorong untuk mengkreasi potensi domestik menjadi kekuatan determinan yang signifikan.

Demikian dikemukakan Dody Susanto, Direktur Klinik Pancasila, dalam keterangannya, Rabu (15/10/2014).

"Sehingga berganti-ganti kebijakan untuk merespon situasi dan tantangan agar berdaya dan berhasil guna untuk warga bangsa lazim dilakukan oleh sebuah pemerintahan atas mandat rakyat," katanya.

Menurut Dody, dari kontestasi demokrasi pilpres 2014, bangsa Indonesia memperoleh pemerintahan baru dengan duet Jokowi-JK.

"Satu yang inspiratif dan mendapat tone positif adalah gagasan ide Revolusi Mental," katanya.

Dody menegaskan banyak cara untuk memulai Revolusi Mental, salah satu diantaranya belajar dari negara negara sahabat, Jepang.

"Jepang adalah satu negara yang sukses membangun kekuatan mental dengan meramu respek dan penghormatan atas budaya otentik bangsanya. Dalam membangun kedaulatan pangan dan pertanian, bangsa Jepang memulainya dari mindset dan budaya bukan dengan pendekatan teknis pasar atau kebijakan semata," ujarnya.

Toyota didirikan pada tahun 1937 oleh Kiichiro Toyoda.
Namun bukan merk Toyoda yang dipatenkan melainkan "Toyota".

Logo awal  Toyota berbentuk huruf Kanji dengan 8 goresan(stroke)  yang dipercaya mengandung unsur keberuntungan, namun Toyota juga sebenarnya mengandung makna "Lahan Padi yang Subur" atau "Sawah yang Subur ".

"Begitu mengakarnya kedalaman filosofi bangsa jepang untuk melahirkan industri mobil kelas dunia sekalipun menggunakan basis pemuliaan pangan dan pertanian," ujarnya.

Dikatakan ketaatan pada konservasi lahan, penjagaan konversi lahan yang ketat membuat mindset dan budaya yang menginspirasi sektor sektor lain beranjak dengan akar filosofi yang kuat.

"Kita punya Pancasila sebagai jati diri bangsa namun kita belum bersungguh-sungguh menjadikannya inspirasi dalam membangun kedaulatan pangan. Kita minus respek terhadap hal-hal bermotif pangan dan pertanian," ujarnya.

"Kita malah sering mengembangkan konotasi negatif tentang produk-produk pangan kita bahkan oleh para pengambil kebijakan.

Kalimat otak udang, koruptor kelas kakap, penjahat kelas teri, bangsa singkong, licin bagai belut, adu domba, kambing hitam, mental tempe adalah sederetan diksi diksi nir respek yang tidak membangun mindset dan budaya memuliakan produk pangan dan pertanian yang notabene ciptaan Tuhan," Dody menambahkan.

Dikatakan alangkah digdayanya jika produk pangan Indonesia menggunakan istilah-istilah yang membanggakan misal VESPA atau Varian Ekstra Super Padi Andalan, TAKSAKA atau Tanaman Asli Kerjasama Ahli Kompak Akur. KOMPUTER atau Komoditas Olahan Murah Prima Unggul Terjsngkau Efisien Ramah lingkungan, TOYOTA atau Tebu Orisinil Yang Olah Tangan Ahli, merek mobil esemka PALORA atau Padi Andalan Lokal Otentik Racikan Ahli.

"Revolusi Mental dapat dimulai dengan membariskan kalimat kalimat kagum pada tanah air tercinta termasuk memuliakan anugerah tuhan berupa keindahan kesuburan dan kekayaan alamnya.

Terima kasih Toyota, kami bangsa Indonesia tidak segan dan malu untuk belajar memulai revolusi mental," ujar Dody.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini