News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Legislator Baru

Bamsoet: Nilai KIH Tidak Dewasa Berpolitik

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jelang Paripurna kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH), Gedung DPR RI ruang sidang paripurna masih dikunci, para anggotga fraksi terpaksa duduk-duduk didepan pintu dan ada yang berdiri, Jumat (31/10/2014) di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Tribunnews.com/Ferdinand Waskita

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI Bambang Soesatyo atau yang sering disapa Bamsoet menilai Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak siap menghadapi kekalahan dan perubahan.

Menurut Bambang, bukan hanya mengganggu ritme kerja DPR, manuver membentuk pimpinan DPR tandingan memperlihatkan perilaku KIH sebagai kekuatan politik yang menolak kesetaraan eksekutif-legislatif serta tidak dewasa dalam berpolitik dan berdemokrasi.

"Bahkan (KIH) cenderung ingin mengusasi semua dari hulu hingga hilir," kata Bambang melalui pesan singkat, Minggu (2/11/2014).
 
Padahal, kata Bambang, untuk mengikis perilaku korup para oknum birokrat sekaligus mewujudkan good and clean governance, kesetaraan eksekutif-legislatif menjadi syarat mutlak. "Agar bisa efektif menjalankan fungsi check and balances, DPR tidak boleh lagi berada di bawah ketiak pemerintah," ujar politisi Golkar ini.

Semangat Koalisi Merah Putih (KMP) mewujudkan kesetaraan eksekutif-legislatif itu ditentang KIH dengan membuat gaduh di DPR. Dengan membentuk pimpinan DPR tandingan, KIH tdak ingin DPR bisa efektif menjalankan fungsi check and Balances.
 
"Peta kekuatan di DPR saat ini sudah ideal utk mewujudkan kesetaraan eksekutif-legislatif itu. Dalam sistem pemerintahan presidensial, dibutuhkan legislatif yang kuat agar efektif mengawasi pemerintah," ujar Anggota Komisi III DPR itu.

Bambang menuturkan banyak cabang kekuasaan berada dalam genggaman Presiden. Bahkan, presiden pun memiliki hak prerogatif dalam lingkup eksekutif.
 
Jika DPR tidak bisa efektif melaksanakan fungsi check and balances itu, lanjutnya, akan ada banyak masalah yang berpotensi tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh presiden.

"Skandal Bank Century, praktik kartel minyak dan kartel-kartel komoditi lainnya adalah beberapa contoh kasus paling faktual yang sampai sekarang tidak bisa dipertanggujawabkan oleh pemerintah, karena kekuatan DPR untuk melakukan pengawasan terus dipreteli oleh pemerintah," kata Bambang.

Bambang mengingatkan kesetaraan eksekutif-legilatif dalam arti yang sebenarnya, belum pernah terwujud. Sepanjang era Orde Baru, DPR betul-betul hanya jadi tukang stempel.

"Bahkan 10 tahun periode kepresidenan SBY pun fungsi check and balances sama sekali tidak efektif karena dipreteli oleh apa yang dikenal dengan Sesgab Pendukung pemerintah," imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini