News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Prahara Partai Golkar

Maju Jadi Calon Ketua Umum Golkar Lagi, Ambisi ARB Dinilai Berlebihan

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Golkar (PG) Melchias Markus Mekeng mengatakan regenerasi di dalam tubuh Partai Golkar adalah sesuatu yang tidak bisa dinafikkan kalau partai ini ingin mendapatkan kejayaannya lagi dalam membangun bangsa ini.

Alasannya, kecenderungan para pemimpin saat ini berasal dari orang muda, umur antara 40-55 tahun.

"Presiden kita Jokowi 53 tahun. Presiden Amerika Serikat Barrack Obama pada waktu memimpin umur 46 tahun. Jadi regenerasi adalah suatu proses alamiah," kata Mekeng di Jakarta, Rabu (5/11/2014).

Ia tidak mengerti kenapa Ketua Umum Golkar saat ini yakni Aburizal Bakrie (ARB) masih mau lagi memimpin Golkar untuk lima tahun mendatang. Padahal ARB sudah berusia 68 tahun.

"Ini sudah keterlaluan dan menunjukkan ambisi pribadi yang berlebihan. Kami melihat kinerja kepemimpinannya gagal karena kita kalah dalam pemilihan legislatif (Pileg), April lalu. Ini baru pertama kali partai Golkar tidak bisa mencalonkan diri sebagai presiden, bahkan wakil presiden," tutur wakil ketua fraksi bidang ekonomi di DPR ini.

Dia menegaskan jika melihat janji-janji pada tahun 2009 sebelum menjadi Ketua umum, hampir tidak ada yang dipenuhi ARB. Contohnya, katanya, membangun gedung Golkar yang baru. Sampai sekarang tidak jelas kapan mau dibangun, padahal jabatan sudah mau berakhir.

"Apa alasannya bagi orang gagal mencalonkan diri lagi. Mestinya dia mengikuti jejak pak Jusuf Kalla (JK) pada tahun 2009 pada saat kalah Pilpres. JK langsung mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) dan tidak maju lagi. Ini contoh yang baik sebagai pemimpin," tegas mantan Ketua Badan Anggaran DPR ini.

Walau mempersilakan ARB kembali maju menjadi Ketum, namun dia meminta agar ARB tidak memakai ancaman mencopot Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tingkat I (provinsi) maupun DPD II (kabupaten) yang tidak mendukungnya dan menempatkan hanya orang-orang yang mau mengikuti kehendak ARB.

Menurutnya, cara-cara seperti itu mematikan alam demokrasi. Apalagi jika diiming-imingi sejumlah kompensasi berupa uang.

"Kalau lihat hasil Pileg dari 2004 sampai 2014, terjadi kemerosotan yang cukup signifikan. Pada tahun 2004 Golkar, memperoleh 126 kursi. Tahun 2009 Golkar memperoleh 106. Sementara tahun 2014 Golkar hanya memperoleh 91 kursi," ujarnya.

"Kalau tidak terjadi pergantian pengurus ke depan, maka tidak mustahil Golkar akan masuk partai papan menengah dan akan susah untuk mengangkatnya kembali karena terjadinya migrasi kader potensial ke partai baru yang lebih punya prospek ke depan," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini