TRIBUNNEWS.COM, MUNA - Ibunda almarhum Seneng Mujiasih alias Jesse Lorena, Jumineng (55) sudah bisa bicara dan tersenyum saat ditemui di kediamannya, Desa Sidomakmur, Tiworo Kepulauan, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara, Kamis (13/11/2014) siang.
Pemandangan itu berbeda saat jenazah putrinya tiba di rumahnya pada Rabu kemarin. Saat itu, Jumineng syok berat dan kerap jatuh pingsan saat melihat peti jenazah putrinya.
"Rencananya, (tahlilan dan doa untuk Seneng Mujiasih) sampai 40 hari," ujar Jumineng.
Rumah seluas 13x11 meter persegi dengan tembok bercat kuning, tampak sepi saat Tribun mendatangi kediaman Jumineng siang tadi. Tenda beratap terpal yang sempat digunakan untuk menyambut kedatangan jenazah Seneng pun sudah tidak ada.
Muncul Jumineng dan suami, Mujiharjo dari balik pintu. "Ada apa yah," ujar Mujiharjo.
Tak lama kemudian, Mujiharjo pergi untuk memanggil kerabatnya, Suripto yang tinggal tak jauh dari rumahnya.
Obrolan hangat mengalir di teras depan rumah 'ditemani' teh hangat. Suripto sesekali berguyon saat ia melinting rokok racikannya. "Kalau di sini, ini disebut rokok 'gulser', rokok gulung sendiri," ujar Suripto.
Jumineng tersenyum mendengar guyonan Suripto itu.
Jumineng mengatakan, keluarganya ingin menggelar tahlilan dan doa bersama untuk mendiang Seneng Mujiasih di rumah selama 40 hari. "Rencananya, (tahlilan dan doa untuk Seneng Mujiasih) sampai 40 hari," ujar Jumineng.
Seneng Mujiasih adalah seorang dari dua WNI yang tewas terbunuh di apartemen warga negara Inggris, Rurik Jutting di apartemennya, Wan Chai, Hong Kong pada 1 November 2014. Korban lainnya berasal dari Cilacap, Jawa Tengah, Sumarti Ningsih.
Jenazah keduanya baru bisa dipulangkan ke kampung halaman pada Kamis kemarin setelah dilakukan proses autopsi untuk kepentingan proses hukum di Hong Kong. Keduanya telah dimakamkan di kampung halaman.