News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berita Ekslusif Jakarta

Mantan Medrep Ungkap Permainan Resep dan Komisi untuk Dokter

Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Pemasaran obat resep dokter atau obat ethical, tercemar praktik suap dari perusahaan farmasi ke dokter, selaku penulis resep.

Beberapa mantan staf pemasaran obat ethical, biasa disebut medical representative atau medrep, secara terang-terangan membuka sisi gelap bisnis obat resep dokter.

Ketika bertemu Warta Kota, para mantan medrep itu mengatakan bahwa mayoritas dokter dan rumah sakit, secara sadar menerima tawaran menjadi perpanjangan tangan perusahaan farmasi.

Untuk itu, mereka menerima imbalan yang nilainya sekitar 25 persen dari harga obat.

Selama belasan tahun menjadi medrep, John-bukan nama sebenarnya-mengaku sangat mengetahui praktik suap itu.  "Istilahnya KS, singkatan dari kerja sama," ujarnya.

Selain pendekatan ke para dokter, medrep juga melakukan pendekatan ke rumah-rumah sakit, khususnya instalasi far­-masi di masing-masing rumah sakit. Komisi untuk rumah sakit diserahkan kepada manajemen.

"Apakah itu dibagi di antara pimpinan rumah sakit atau dianggap sebagai keuntungan rumah sakit, saya tidak tahu," ujarnya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Komisi kepada dokter ataupun rumah sakit sama-sama dibayar di depan. "Seperti ijon," katanya.

KS tidak pernah dituangkan dalam perjanjian hitam di atas putih. Namun kedua pihak wajib mentaati isinya. Kalau ada dokter yang hanya mau terima komisi tapi tak mau meresepkan obat pesanan perusahaan farmasi, maka dokter tersebut akan masuk daftar hitam atau di-black list.

John juga mengungkapkan, bagian yang diterima rumah sakit bisa lebih dari 25 persen.

 "Saya pernah melakukan kerja sama dengan sebuah rumah sakit, komisi yang diberikan ke rumah sakit itu sekitar Rp 8 miliar," katanya.
John menyebut sebuah nama rumah sakit terkenal di barat Jakarta, persisnya di wilayah Tangerang.

Komisi itu adalah 51 persen dari nilai pembelian obat. "Awalnya, kami menawarkan komisi 50 persen. Namun kompetitor bersedia memberi 50,5 persen. Kami kemudian meningkatkan komisi menjadi 51 persen," katanya.

Makna di balik komisi Rp 8 miliar, pihak rumah sakit harus belanja obat senilai sekitar Rp 16 miliar. John memerkirakan, rumah sakit itu bakal menyelesaikan kewajiban belanja obat selama setahun.

Perkiraan John meleset. Sebelum genap setahun, belanja obat rumah sakit itu sudah mendekati Rp 16 miliar.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini