TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik dari Sigma, Said Salahudin menilai sesat pernyataan Menkopolhukam Tedjo Edhi Purdijatno yang memerintahkan agar Polri tak mengeluarkan izin Partai Golkar melakukan Munas ke IX, tanggal 30 November-3 Desember 2014 di Bali.
Said melihat melalui pernyataan tersebut, Menkopolhukam sebenarnya tidak paham konstitusi.
"Dia tidak mengerti bahwa kegiatan partai politik itu dijamin oleh konstitusi sebagai manifestasi dari kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat. Kemerdekaan parpol untuk menyelenggarakan kegiatan politik juga merupakan bagian dari hak asasi manusia," ujar Said kepada Tribunnews.com, Kamis (26/11/2014).
Dalam peraturan perundang-undangan, dia jelaskan, tegas dinyatakan bahwa partai politik itu adalah sarana aspirasi partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia dan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi.
"Jadi, kegiatan partai politik seperti halnya Munas Partai Golkar itu harus dipandang sebagai bentuk kebebasan masyarakat dalam berekspresi dibidang politik. Dan hal itu tidak boleh dilarang-larang," ujarnya.
Bahwa ada dinamika yang terjadi di internal Partai Golkar yang sempat menimbulkan kericuhan, imbuhnya, itu pun tidak bisa dijadikan sebagai alasan oleh pemerintah untuk menghambat pelaksanaan kegiatan Munas Partai Golkar dengan cara melarang Kepolisian mengeluarkan izin acara.
"Kalau alasannya karena dikhawatirkan akan muncul kembali kericuhan saat Munas di gelar di Bali sehingga berdampak negatif bagi pariwisata di provinsi itu, maka dapat saya katakan bahwa pemikiran itu adalah cara pandang yang keliru," katanya.
Lebih lanjut menurutnya, Polri itu diperintahkan oleh undang-undang untuk memberikan jaminan keamanan dan ketertiban, termasuk memberikan pelayanan perizinan.
Lagipula, kericuhan di internal Partai Golkar itu kan cuma keributan kecil saja. Tidak bisa dikualifikasi sebagai suatu ancaman atau gangguan keamanan yang berskala besar. Polri kita ini hebat.
"Mengamankan Munas Golkar bagi Polri itu urusan "seujung kuku'. Nah, Tedjo ini mungkin mengira Polri sebagai institusi 'cemen' yang tidak akan mampu mengamankan Munas," katanya.
"Saya jadi curiga, jangan-jangan Tedjo ini sedang memainkan skenario politik untuk kepentingan tertentu."
Terkait permintaan agar Golkar menggelar Munas di bulan Januari tahun depan sebagaimana keinginan salah satu faksi di internal Partai Golar, serta pernyataannya yang bernada mencibir Aburizal Bakrie sebagai ketua umum yang sedang dipermasalahkan oleh faksi tersebut, semakin menguatkan indikasi adanya agenda politik Tedjo yang merupakan orang penting di salah satu partai politik pecahan Golkar.
Jika demikian adanya, maka pemanfaatan kekuasaan oleh seorang menteri untuk mengintervensi permasalahan internal partai politik akan sangat berbahaya bagi konsolidasi demokrasi kita ke depan.
"Apa yang dilakukan oleh Tedjo ini saya lihat mirip dengan apa yang dilakukan oleh Menkumham Yasonna Laoly dalam persoalan internal PPP," ujarnya.