TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Maruarar Sirait menuturkan, melihat mayoritas masyarakat setuju menjadi alasan pihaknya memutuskan untuk mendukung Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wakil Kota.
"PDIP berusaha bagaimana menyerap kemauan publik dengan tepat. Itu penting bagi anggota DPR. Cara konvensional melalui dialog publik saat reses. Cara yang modern, melalui survei di media. Dari situ kami sadar mayoritas warga menginginkan Pilkada langsung. Jadi kta punya standing posistion berdasarkan aspirasi," kata Maruarar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (11/12/2014).
Menurutnya, langkah ini melihat juga benang merah keinginan rakyat. Ara sapaan akrabnya tak juga menutup mata ada sebagian masyarakat yang setuju Pilkada dikembalikan lewat DPRD.
"Tapi kami sangat yakin mayoritas rakyat Indonesia ingin pilkada langsung," ujarnya.
Diketahui, hubungan Partai Demokrat dan PDIP selalu berseberangan satu sama lain sejak dulu. Hal itu tidak terlepas dari kurang baiknya hubungan Megawati Soekarnoputri dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak menjadi presiden 2004 silam.
Sejak itu, PDIP menyatakan diri sebagai partai oposisi. Sementara Demokrat tentu saja menjadi partai pendukung pemerintah.
Selama dua periode SBY menjabat sebagai presiden, PDIP selalu muncul sebagai parpol yang vokal. Berbagai kebijakan pemerintahan SBY kerap dikritik. Salah satu contohnya adalah saat SBY menaikkan harga BBM bersubsidi.
Namun, bukan politik namanya jika permusuhan berjalan abadi. Sebab, kepentingan yang sama bisa mengubah lawan menjadi kawan, begitu pula sebaliknya.
Sejak detik-detik terakhir SBY menjadi presiden hingga sekarang sudah tak lagi menjabat, kebekuan hubungan PDIP dan Demokrat relatif mengalami pencairan. Penyebabnya satu, dua parpol itu tak setuju jika pilkada dilakukan melalui sistem perwakilan yakni melalui pemilihan di DPRD.
Komunikasi intens antara elite PDIP dan Demokrat untuk menggagalkan pilkada lewat DPRD yang didukung parpol anggota Koalisi Merah Putih (KMP) saat itu ramai terjadi. Namun, sayang kesepakatan tak terjadi dan KMP berhasil menggolkan UU Pilkada lewat DPRD.
SBY yang saat itu masih menjabat sebagai presiden pun tak terima. Alhasil, SBY mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Pilkada yang telah disahkan DPR.
Untuk memuluskan Perppu, SBY kala itu membuat kesepakatan dengan parpol anggota KMP. Salah satu poin kesepakatan yakni parpol anggota KMP setuju mendukung Perppu Pilkada.
Namun, konstelasi politik belakangan berubah. Golkar di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie (Ical) yang tadinya ikut mendukung Perppu, justru malah menolak. Penolakan atas Perppu Pilkada adalah hasil aspirasi DPD I dan DPD II di Munas Golkar lalu.
Komunikasi antara Demokrat dan PDIP pun kembali terajut. Tujuannya untuk mendukung Perppu Pilkada Langsung.
Terbaru, dalam status Facebooknya, Aburizal Bakrie mengumumkan perubahan di Golkar. Partai beringin tetap mendukung Perppu Pilkada.