TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso, mengatakan pihaknya mendapatkan informasi dan laporan dari sejumlah guru atau kepala sekolah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di beberapa daerah terkait upaya 'pemaksaan' terhadap penerapan Kurikulum 2013 (K13).
"'Paksaan' tersebut dilakukan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) setempat agar sekolah-sekolah di bawah otoritasnya tetap menerapkan K13 meskipun Kadisdik mengetahui bahwa tidak semua sekolah siap atau layak menerapkan kurikulum tersebut," kata Budi dalam keterangan persnya, Rabu (7/1/2015).
Budi menjelaskan, modus yang sering digunakan adalah dengan mengumpulkan para kepala sekolah yang rata-rata pada akhir Desember 2014, dikemas dalam bentuk semacam 'pengarahan' akan pentingnya penerapan K13. Dengan begitu, pada akhirnya, para kepala sekolah di wilayah tersebut merasa takut untuk tidak mengajukan penerapan K13.
"Praktik semacam itu cenderung sebagai upaya pemaksaan dari Kadisdik untuk menerapkan K13 di lingkungannya," ujarnya.
Langkah tersebut dinilai tidak fair dan tidak sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Anies Baswedan No: 179342/MPK/KR/2014 tertanggal 5 Desember 2014 yang pada butir pertama tercetak jelas bahwa bagi sekolah-sekolah yang baru menerapkan K13 selama satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015, maka sekolah-sekolah tersebut supaya kembali menggunakan Kurikulum 2006," tuturnya.
Menteri Anies Baswedan juga pernah menegaskan bahwa pengecualian tetap dimungkinkan bagi sekolah-sekolah tertentu untuk menerapkan K13 hanya setelah diverifikasi oleh kementerian untuk dinilai kelayakan dan kemampuannya, baik dari sisi kesiapan guru, buku cetak atau sarana dan prasana lainnya.
"Jadi, penerapan K13 berbasis pada kapasitas dan kelayakan masing-masing sekolah," tandasnya.