TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada tiga hal yang bisa mendorong islah antara dualisme kepengurusan di tubuh Partai Golkar antara kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie atau Ical.
Pengamat politik dari Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, mengatakan faktor pertama adalah Golkar telah banyak menduduki jabatan di Koalisi Merah Putih (KMP).
"Itu lebih dari cukup untuk menyatakan bulan madu dengan KMP berakhir. Tentu yang terkait dengan bagi-bagi kekuasaan," ujar Ray di Jakarta, Kamis (8/1/2014).
Faktor kedua, lanjut Ray, islah didorong untuk dilaksanakan mengingat faktor Ical yang pasti tidak siap disebut sebagai tokoh yang membuat partai berlambang pohon beringin itu pecah.
"Bahwa Golkar melahirkan banyak partai lain terjadi sebelumnya. Tapi keterpecahan kepengurusan baru dalam waktu yang cukup lama dan melibatkan berbagai pihak baru terjadi di era ARB. Bagaimanapun, ARB tetap ingin dikenang sebagia tokoh pemersatu Golkar," kata dia.
Faktor ketiga adalah kebihakan pemerintah memberikan talangan kompensasi korban semburan lumpur PT Lapindo senilai Rp 780 miliar. Akibat kebijakan tersebut, kata Ray, posisi ARB semakin tak kuat.
Karena dana tersebut, lanjut dia, menjadikan ada semacam ketergantungan Ical terhadap pemerintah. Artinya, sikap oposisi atau kritik Golkar kepada pemerintah semakin melunak terkait pemberian dana talangan tersebut.
"Sekalipun terlihat bahwa negosiasi di antara dua kubu cukup alot, itu hanya tampakan untuk memetakan tujuan-tujuan yang lebih bersifat personal. Titik temunya sudah dicapai, tinggal bagaimana elemen-elemen tekhnisnya," tukas Ray.