TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Diajukannya nama Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon Kapolri kental dengan muatan politis.
Hal tersebut dikarenakan pengajuan nama calon Kapolri yang dilakukan Presiden Joko Widodo sangat tergesa-gesa.
Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menjelaskan memang penentuan nama calon Kapolri merupakan hak prerogratif presiden.
Tidak ada dalam aturan perundang-undang untuk menentukan calon Kapolri harus melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ya memang di dalam undang-undang itu tidak perlu ada KPK, tetapi kebiasaan yang baik yang sudah dirintis pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) kenapa sih tidak diteruskan. Nah ini yang seakan-akan keadaan bahaya itu. Misalnya bangsa ini bahaya, Polri ini bahaya sehingga perlu diganti secepatnya," ungkap Bambang di Rupatama, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (13/1/2015).
Bambang sudah menilai sejak awal bahwa pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri kental muatan politis.
"Sejak awal saya sudah menyatakan banyak nuansa politik yang bermain disitu. Polisi itu alat negara, dia loyal kepada bangsa dan negara tak hanya pada presiden saja, ke DPR juga, ke rakyat juga. Nah kalau ini hanya diarahkan loyal ke Pak Jokowi wah itu pertanyaan besar ke kita sebagai rakyat ya," ungkapnya.
Dijelaskannya, Polri dalam menentukan pucuk pimpinannya sudah melakukannya sesuai dengan prosedur yang ada diantaranya melakukan koordinasi dengan Kompolnas melalui Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Polri.
"Tapi kalau ada truk-truk dari luar itu gimana? Nah ini ujiannya untuk Polri, mandirilah pimpinan Polri itu. Tidak perlu takut dengan orang atau pejabat, kalau undang-undang sudah menentukan ya berpegang pada undang-undang," ungkapnya.
Dikatakannya nama calon Kapolri yang diajukan Joko Widodo, bukan kesalahan Polri. Hal tersebut dikarenakan Polri sudah meminta masukan dari Kompolnas.
"Ya Polri sudah minta masukan dari Kompolnas dan lain-lain, tapi si pemilih kok memilih itu. Kan rakyat juga sudah banyak yang mengingatkan," ungkapnya.