TRIBUNNEWS.COM, CIANJUR - Sejak ditangkap di Bandara saat akan menyelundupkan heroin seberat 3,5 Kg 14 tahun silam, terpidana mati Rani Andriani, yang akan dieksekusi esok (18/1/2015), sudah tidak pernah lagi bertemu keluarga besarnya.
Kesulitan biaya membuat keluarga besar Rani hanya bisa menggunakan pesan singkat untuk berkomunikasi dengan perempuan kelahiran Cianjur 39 tahun lalu tersebut.
"Sejak kasus itu terjadi, kami sekeluarga sudah tidak pernah lagi bertemu Rani, untuk menjenguk jauh apalagi setelah dipindahkan ke Nusakambangan" ujar paman Rani, Obay Sobari, di Ciranjang, Cianjur, Sabtu (17/1/2015).
Menurut Obay, jarang sekali komunikasi dilakukan antara Rani bersama keluarganya tersebut. Dalam satu tahun bisa terhitung jari berapa kali komunikasi lewat pesan singkat dilakukan.
"Jarang sekali, setahun paling banyak cuma tiga kali, apalagi lima tahun kebelakang, satu tahun sekali sudah bersyukur, mungkin susah untuk bisa mendapatkan izin menggunakan HP (handphone) di sana (LP)," katanya.
Menurut Obay biasanya Rani dalam pesan singkat yang dikirimkannya menanyakan kondisi keluarga. Baik orang tua atau keluarga dekatnya tidak pernah absen ditanyakan kabarnya oleh Rani.
"Biasanya dengan saya menanyakan kabar, 'Kabar keluarga di Cianjur bagaimana'. Saya pun menanyakan sebaliknya, 'kabar Rani di LP bagaimana," katanya.
Melalui pesan singkat juga, Rani selalu menitipkan orang tuanya. Rani selalu meminta agar kedua orang tuanya dijaga. "Selalu berpesan agar orang tuanya dijaga. Kepada siapa lagi Rani menitipkan, kecuali kepada keluarga besarnya," tuturnya.
Rani merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Andi Sukandi dan Nani. Ibunda Rani, Nani telah meninggal 2012 silam. Sementara sang ayah telah berpindah ke Batam untuk bekerja di sebuah restoran.