News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hukuman Mati

Menlu: Letak Strategis Indonesia Dimanfaatkan Pengedar Narkoba

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Letak Indonesia yang strategis dinilai sudah dimanfaatkan para pelaku kejahatan transnasional dalam melancarkan aksinya.

Seperti peredaran gelap narkotika di wilayah ASEAN. Hal ini perlu dipahami seluruh negara yang berkepentingan di Indonesia.

Demikian dijelaskan Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi di Pusdiklat Kemenlu, Rabu (21/1/2015).

"Letak strategis Indonesia ini ternyata juga dimanfaatkan oleh transnasional organized crime untuk melakukan kegiatan-kegiatannya," kata Retno.

Diapit oleh dua benua dan dua samudera menjadikan tanah air Indonesia sebagai pusat persimpangan raksasa. Lokasi yang tepat untuk singgah atau transit. Namun hal tersebut disalahgunakan beberapa pihak.

Bahkan, Menlu Retno juga melihat perubahan trend dari setiap kasus. Awalnya negara Indonesia memang dijadikan negara transit oleh jaringan pengedar narkoba.
Namun sekarang berubah menjadi negara destinasi untuk mengedarkan barang haram itu.

"Dari data yang ada, apabila dulu Indonesia dijadikaan negara transit, sekarang Indonesia dijadikan ngara destinasi untuk kejahatan-kejahatan tersebut. Termasuk kejahatan narkotika," kata Retno.

Meski pemerintah sudah berusaha keras memberantas narkotika, pelaku masih saja memiliki banyak cara untuk bermain. Bayangkan saja, di ASEAN sendiri terhitung sebanyak Rp 110 triliun yang dihasilkan dari peredaran narkoba. Hampir separuhnya berputar di Indonesia, ini mengakibatkan jumlah kematian akibat zat adiktif itu tak bisa dihindarkan.

"Dari nilai peredaran di ASEAN itu sekitar Rp 110 triliun untuk narkoba, 43 persen ada di Indonesia. Dari angka kematian 10 persen angka kematian yang disebabkan oleh narkoba terjadi di Indonesia," keluh Retno.

Karena itu kemudian pemerintah menegaskan darurat narkoba di Indonesia. Ujungnya, pelaku bisnis haram narkotika yang tertangkap bermuara di hukuman mati.

Tak peduli dia berasal dari luar negeri atau WNI sendiri. Pertimbangannya untuk memutus mata rantai peredaran obat-obatan terlarang di Indonesia. Ketegasan itulah yang saat ini diprotes oleh negara-negara lain. Khususnya negara yang warganya mnjadi supplier barang haram di Indonesia.

Sebut saja Brasil dan Belanda yang memanggil Duta Besarnya kembali dengan dalih konsultasi. Ada juga Perdana Menteri Australia yang mengirim surat kepada Presiden Indonesia, Joko Widodo. Pasalnya, warga dari negara-negara itu yang ditangkap karena kasus narkoba dan ada yang sudah dihukum mati.

Pemerintah, menurut Retno, telah memberi penjelasan terkait hal ini. Ada data-data yang sudah disampaikan terkait situasi darurat narkoba di dalam negeri.

"Data sudah banyak kita keluarkan untuk mencerminkan seberapa darurat dampak dari kejahatan narkoba yang dilakukan di Indonesia," ujarnya.

Soal reaksi negara lain seperti pemanggilan perwakilan diyakini tidak menjadi masalah. Sebab itu adalah hak dari negara-negara terkait, termasuk tenggat waktu dipanggilnya perwakilan negara. Toh, sampai saat ini kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara tersebut masih berjalan baik.

"Komunikasi kita masih jalan, semuanya masih berjalan," tegas Retno.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini