Laporan Wartawan Tribunnews.com, Randa Rinaldi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak berapa lama lagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memasuki 100 hari kerja. Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menyatakan kekecewaannya atas pemerintahan Jokowi di bidang hukum.
"100 hari ini sebetulnya bisa menjadi momen pembuktian tentang komitmen politik hukum pemerintahan yang baru. Namun, Presiden Jokowi melewatkannya begitu saja. Melalui politik balas budi dalam pemilihan pejabat publik di bidang hukum dan ketidakberpihakan terhadap upaya pemberantasan korupsi," ujar Direktur LBH Jakarta, Febi Yonesta, melalui siaran persnya, Selasa (27/1/2015).
Febi menuturkan parameter LBH Jakarta menilai kinerja pemerintahan Jokowi yaitu sesuai janji kampanyenya bidang hukum. Baik politik legislasi yang jelas, pencegahan dan pemberantasan korupsi serta mafia peradilan. Jokowi juga menjanjikan hukum lingkungan, pemberantasan narkotika, reformasi agraria, perlindungan dan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi masa lalu. Selain itu, mantan Walikota DKI Jakarta ini juga menjanjikan pemilihan pejabat publik dalam bidang hukum yang bersih.
"Tidak ada capaian yang menonjol atas janji kampanye tersebut," kata Febi.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Hukum dan Masyarakat (PSDHM) LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa
mengatakan komitmen Jokowi untuk menuntaskan permasalahan hukum malah menjadi kontroversi. Hal ini terlihat dalam
penunjukan pejabat publik baik Jaksa Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) dari partai politik.
Kontroversi lain juga muncul dalam pencalonan tunggal Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), langgengnya impunitas terhadap pelanggar HAM dalam pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Priyanto. Kontroversi ini dilengkapi oleh upaya penghancuran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara sistematis.
"Yang terakhir justru dilakukan oleh partai politik penyokong Presiden Jokowi," kata Alghiffari.
Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta, Muhamad Isnur menambahkan, penunjukan Jaksa Agung dan Kapolri tidak
melibatkan KPK dan PPATK.
"Presiden Jokowi juga terkesan bersikap netral saat terjadi serangan bertubi-tubi terhadap KPK. Padahal, Presiden
harus berpihak pada pemberantasan korupsi dan keberpihakan itu pada KPK," kata Isnur.
LBH Jakarta mendesak Presiden Jokowi untuk:
1. Melaksanakan seluruh janji kampanye dalam bidang hukum.
2. Tidak tunduk pada kekuatan politik manapun sebagai perwujudan Kepala Negara yang tegas dan berwibawa.
3. Tidak segan mengevaluasi dan mencopot pejabat publik dalam bidang hukum (Menkumham, Jaksa Agung) serta memilih
Kapolri yang bersih.